Sri Mulyani: Defisit APBN 2020 Bisa Capai Rp 853 Triliun

Sri Mulyani Indrawati. (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksikan defisit pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 mencapai Rp 853 triliun atau 5,07 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) akibat wabah virus corona atau COVID-19.

“Defisit diperkirakan 5,07 persen dari PDB atau meningkat dari Rp 307 triliun menjadi Rp 853 triliun,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI secara daring di Jakarta, Senin (6/4/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sri Mulyani mengatakan prediksi tersebut didasarkan pada penerimaan negara pada tahun ini yang diproyeksikan akan mengalami penurunan sebesar 10 persen yaitu Rp 1.760,9 triliun atau hanya 78,9 persen dari target APBN 2020 Rp 2.233,2 triliun.

Penurunan penerimaan negara itu berasal dari penerimaan perpajakan yang diperkirakan mengalami kontraksi hingga 5,4 persen akibat adanya perang harga minyak dan pemberian insentif bagi dunia usaha yang terdampak pandemi COVID-19.

“Kita menambah relaksasi fasilitas pajak untuk hampir semua dunia usaha yang terdampak dan memberikan pengurangan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen serta penundaan PPh dividen kalau Omnibus Law disepakati,” katanya.

Sri Mulyani menuturkan rencana kebijakan penundaan PPh dividen itu menyebabkan perusahaan maupun individu menahan untuk tidak membagikan dividennya pada tahun ini karena mereka berharap pajak dividen akan dibebaskan pada tahun depan.

Kemudian, penurunan penerimaan negara juga berasal dari bea dan cukai yang diperkirakan turut mengalami kontraksi 2,2 persen akibat pemberian stimulus pembebasan bea masuk untuk 19 industri.

“PNBP diperkirakan juga turun 26,5 persen karena harga ICP dalam APBN menggunakan asumsi 63 dolar AS sekarang harganya di bawah 30 dolar AS. SDA non migas juga mengalami penurunan karena harga batubara turun,” ujarnya.

Kemudian, Sri Mulyani menyebutkan untuk nilai pembiayaan pada 2020 akan sangat meningkat yaitu mencapai Rp 545,7 triliun yang berasal dari pembiayaan utang Rp 654,5 triliun dan pembiayaan non utang sebesar Rp 108,9 triliun.

“Pembiayaan ini akan kami upayakan mendapatkan financing dari berbagai sumber yang paling aman dulu dan tingkat biaya yang paling kecil,” ujarnya.

Sementara itu, belanja negara meningkat hingga Rp 2.613,8 dari sebelumnya Rp2.504,4 triliun untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka meningkatkan kesiapan pada sektor kesehatan dan memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak COVID-19.

“Juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha baik dalam bentuk pajak dan tambahan relaksasi,” katanya. (rah/Ant)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *