Pelatihan Bodong Kartu Prakerja ala Jokowi Bikin Peserta Kecele

Ilustrasi pelatihan online program Kartu Prakerja. (Foto: Antara)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Belum lama program pelatihan Kartu Prakerja diluncurkan, tepatnya di momen wabah virus Corona (Covid-10) ini. Berharap membawa manfaat dan jalan keluar bagi pencari kerja, alih-alih malah bikin kecewa alias kecele para peserta program pelatihan.

Program Kartu Prakerja yang dulu sempat digembar-gemborkan sekaligus dibangga-banggakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajaran, nyatanya tak sesuai harapan para penggunanya. Sejumlah peserta program pelatihan Kartu Prakerja mengungkap curahan hati mereka yang merasa kecele seperti ikut program pelatihan bodong selama darurat virus Corona.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Salah seorang peserta program Prakerja, Ahmad Syahtriono (25) mengaku sempat tergiur dengan iming-iming insentif sebesar Rp 600 ribu per bulan dari program Kartu Prakerja. “Lumayan,” pikir Ahmad ketika itu untuk menambal kebutuhan sehari-hari setelah dirumahkan dari pekerjaannya sebagai tenaga administrasi di salah satu situs belajar.

Niat Ahmad pun diperkuat dengan fasilitas pelatihan yang diberikan oleh pemerintah secara cuma-cuma. Sebab, memang sudah dari lama ia berniat banting setir menjadi pengusaha dan melanjutkan usaha keluarga.

Setelah dinyatakan lolos dalam seleksi gelombang I Kartu Prakerja, Ahmad memutuskan untuk mengambil program pelatihan fotografi. Ahmad memang sudah lama menyukai dunia fotografi, ia pun tak ragu menggunakan saldo sebesar Rp 100 ribu untuk pelatihan di Skill Academy.

Setelah duduk di depan layar ponsel androidnya dan dinyatakan lulus pelatihan, pria yang tinggal di Sulawesi Tengah ini harus menelan rasa kecewa karena tak ada materi pelajaran baru. “Menurut saya tidak jauh berbeda dengan video tutorial yang biasa saya tonton di Youtube atau artikel trik-trik fotografi di Google,” ujar Ahmad kecewa seperti dikutip dari cnnindonesia, Sabtu (2/5/2020).

Di tengah kekesalannya itu, Ahmad mencoba tetap semangat karena teringat akan insentif yang akan segera cair. Namun malang, setelah menyelesaikan pelatihan sejak 24 April lalu sertifikatnya tak kunjung muncul di dashboard akunnya hingga tanggal 30 April.

“Sehingga saat saya mau membeli pelatihan lain tidak bisa karena keterangannya belum menyelesaikan kursus. Saya sampai menunggu dari tanggal 24 [April] hingga 30 [April] kemarin,” jelas Ahmad mengungkap kekesalannya.

Menyedihkannya lagi, nasib dana insentifnya pun dia tidak diketahui. Ahmad mengaku telah mencoba berbagai cara dari menghubungi hotline Kartu Prakerja, mengirim e-mail, hingga bertanya langsung di komentar akun Instagram Kartu Prakerja, namun ia tak kunjung menerima jawaban.

Harapan Ahmad mengincar uang saku sebesar Rp 50 ribu per bulan juga lenyap. Ia mengaku tak menemukan fungsi survei seperti yang dijanjikan. “Itu review ada di bagian mana saya enggak menemukan,” tegas dia.

Tak hanya Ahmad, peserta lainnya, Ilham (20) asal Bandung, mengaku tertarik dengan program andalan Presiden Jokowi itu karena telah kehilangan pekerjaannya sebagai admin salah satu lapak online. Setelah bergulat dengan jutaan peserta lainnya, usahanya berbuah hasil. Ilham pun memutuskan untuk memanfaatkan saldonya sekaligus dengan membeli paket pelatihan ojek online di skill academy senilai Rp 1 juta.

“Sebenarnya kurang menyambung sama kerjaan saya. Tapi ternyata isinya bisa diterapkan. Materinya terlalu dasar seperti pelayanan pelanggan, bahasa Inggris, cara mengelola stres di tempat kerja, dan sebagainya,” ungkap Ilham.

Meski mengaku dapat mempraktikkan pelatihan itu secara mudah, Ilham menegaskan tak mau menghabiskan uang satu juta rupiah untuk ikut pelatihan seandainya bukan program Kartu Prakerja. Pasalnya, uang sebesar itu tidak sepadan dengan pelatihan yang dinilainya sangat tidak berbobot, apalagi bermanfaat besar bagi dirinya.

“Kalau ambil (pelatihan) di luar kemungkinan bisa ambil training yang lebih membuahkan hasil sih. Ini lebih ke karena enggak ada pilihan lain jadi mau tidak mau harus jalani training. Kurang efektif,” terang Ilham.

Ilham yang tak suka menunda-nunda kerja sekaligus menyelesaikan pelatihannya yang terdiri dari 6 variasi kelas itu dalam semalam suntuk pada 23 April lalu. Namun tak lebih mujur dari Ahmad. Dia pun tak kunjung memperoleh sertifikat seperti yang dijanjikan.

Hasilnya nihil karena hingga saat ini usahanya mencari tahu soal kejelasan haknya belum membuahkan hasil. Ia menegaskan masih akan terus mencoba menghubungi pihak yang bersangkutan. “Jangankan insentifnya, sertifikat yang didapat di platform saja belum ada satu pun yang muncul di dashboard. Padahal saya menyelesaikan pelatihan di hari yang sama dengan durasi kurang lebih tujuh jam,” ujar Ilham dengan nada kesal.

Dari enam kelas yang telah diikutinya, Ilham dijanjikan total 12 sertifikat, dua lembar per kelas, satu sebagai bukti penyelesaian materi dan satunya lagi sebagai hasil pelatihan sesuai kelas yang diikuti.

Pengiriman sertifikat yang mandek bukan menjadi keluhan utama. Sebab jika pun ke-12 lembar sertifikat tersebut sudah di tangan, Ilham belum dapat menerapkan pelatihan yang didapatnya di tengah pandemi virus Corona seperti sekarang ini.

Ilham pun berharap pemerintah bisa memperbaiki sistem serta meningkatkan pelayanan agar efisien mengingat banyak dari yang mendaftar program Kartu Prakerja saat ini mendaftar demi total insentif Rp 2,4 juta.

Warga saat mencari info pendaftaran program Kartu Prakerja. (Foto: Antara)

Salah sasaran dan pemborosan dana anggaran

Pengamat Ekonomi dari Riau DR Viator Butarbutar mengatakan penyelenggaraan pelatihan secara daring atau online melalui program Kartu Prakerja yang diserahkan pemerintah kepada mitra swasta terpilih harus ditinjau ulang agar program ini menjadi lebih tepat sasaran.

“Kementerian Koordinator Ekonomi, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Tenaga Kerja, perlu memikir ulang teknis pelatihan prakerja itu,” kata Viator di Pekanbaru, Jumat (1/5/2020), menanggapi penyelenggaraan pelatihan online Kartu Prakerja yang dipersoalkan banyak pihak.

Menurut dia, Ditjen Binalatas Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) lebih pengalaman dalam menyusun modul pelatihan kerja, termasuk penyelenggaraan pelatihan, untuk masuk dunia kerja dibanding mitra swasta yang dipilih dalam program pelatihan prakerja yang diperkirakan menelan biaya Rp 5,6 triliun untuk biaya pelatihan daring bagi 5,6 juta peserta Kartu Prakerja pada masa COVID-19.

Ia memperkirakan biaya penyusunan per modul oleh Kemenaker bervariasi, kebanyakan berkisar Rp 200 juta-Rp 300 juta, sehingga bila dibutuhkan 1.000 modul, paling besar dibutuhkan dana tidak sampai Rp 500 miliar.

Modul tersebut kemudian diunggah ke internet dan dapat diakses oleh peserta terdaftar. Peserta, bahkan dapat mengunjungi BLK terdekat apabila ada keperluan praktis mendesak dengan menerapkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19.

Viator yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Percepatan Pembangunan Daerah Dan Kerja Sama Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau menilai ada pergeseran pemikiran awal program Kartu Prakerja.

“Prakerja adalah mereka yang belum bekerja dan sedang mencari pekerjaan? Kenapa sekarang korban PHK dimasukkan menjadi peserta, yang seharusnya korban PHK diberikan program berbeda yang terkategori Bantuan Langsung Tunai untuk menolong kehidupan sehari hari,” katanya.

Ia juga menyebut mereka di-PHK bukan karena kurang cakap atau kurang ahli, namun karena karena perusahaan terdampak kelesuan ekonomi akibat pandemi COVID-19. “Mereka tidak butuh pelatihan melalui paket Kartu Prakerja namun lebih butuh makanan lewat paket bansos natura atau tunai,” katanya.

Viator juga menilai pelatihan daring oleh perusahaan swasta dengan plafon biaya Rp 1 juta per peserta perlu dipertanyakan dan ditinjau kembali. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *