New Normal Bisa Picu Gelombang Kedua Corona di Indonesia

Ilustrasi. (Ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan berhasil atau tidaknya penerapan kebijakan era normal yang baru atau new normal pada kondisi pandemi virus Corona (Covid-19) sangat tergantung pada kesiapan Indonesia untuk hidup berdampingan dengan virus Corona yang hingga kini belum ada vaksinnya.

“Memang kalau dilihat dari sudut pandang ekonomi, kegiatan lockdown yang terus-menerus ini tentu akan ada dampak buruknya bagi ekonomi sehingga mau tidak mau pemerintah harus mengambil jalan tengah. Dan menurut saya jalan tengah yang di-propose pemerintah saat ini adalah dengan mewacanakan untuk melonggarkan dalam hal ini PSBB,” ujar Yusuf seperti dikutip dari detik, Selasa (26/5/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun jika Indonesia ternyata tak siap menghadapi new normal, yang ada akan memicu gelombang kedua COVID-19 alias membuat kasus positif virus Corona melonjak. Bahkan negara yang berhasil menerapkan normal baru pun tetap terkena gelombang kedua.

“Memang kasus di Indonesia ini kalau kita berbicara Indonesia masih relatif tinggi atau meningkat dibandingkan negara lain. Ini kalau seandainya tidak diperhatikan tentu akan berpotensi menambah apa yang sering disebutkan orang sebagai second wave, gelombang kedua. Dan negara-negara yang berhasil saja sebenarnya mengalami itu,” terang Yusuf.

Yusuf menegaskan kegiatan normal baru di tengah wabah Corona ibarat dua mata uang, ada potensi untuk meningkatkan perekonomian, tapi ada risiko peningkatan kasus positif virus Corona.

“Jadi potensinya betul dia akan menggerakkan kembali aktivitas ekonomi. Tetapi ada risiko juga yang mengikutinya. Nah resikonya itu adalah yang tadi saya sebutkan, ada yang potensi kasus baru. Jika (new normal) tidak dijalankan secara hati-hati, dia akan menambah korban,” jelasnya.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan bahwa 86 persen perusahaan negara siap menerapkan protokol kenormalan baru (New Normal).

Erick mengatakan dalam menerapkan protokol Covid-19 di lingkungan BUMN, pihaknya tetap mengupayakan keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi. “Yang namanya protokol Covid-19 harus seimbang, antara keselamatan kesehatan dan pelan-pelan juga menghidupkan ekonomi,” ujar Erick di Jakarta, Selasa (26/5/2020).

Erick menambahkan kesiapan BUMN menerapkan protokol kenormalan baru itu mengantisipasi pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah daerah. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *