Misteri Masjid Jin di Malang Kemegahannya Jadi Obyek Wisata

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Malang, Hajinews.id,- Kalau ada bangunan pondok dan masjid yang tak  pernah selesai dibangun dan tak jelas berapa biayanya, mungkin inilah satu-satunya di Indonesia.

Sejak 1978, gedung 10 lantai yang berdiri di lahan seluas 6,5 hektare itu dibuat tanpa ada gambar rancangan atau desain. Semata-mata hanya mengandalkan mata batin dan salat Istikharah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bangunan ini berlokasi di RT 27/RW 06, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, ini populer disebut ”Masjid Jin” atau ”Masjid Tiban”.

Bahkan, kepopuleran masjid ini hingga sampai ke luar negeri, terutama di Malaysia. Buktinya, hampir setiap hari, selalu ada pengunjung dari negeri jiran yang datang ke masjid tersebut. Bangunan masjid dan pondok ini jadi objek wisata.

Silakan lihat video ini:

Mengapa disebut ”Masjid Jin” atau ”Masjid Tiban”? Benarkah banyak misteri di dalamnya?

Dikatakan misteri  karena bangunan jalan terus tapi tak jelas biayanya, tak ada administrasinya. Bahkan karena cepat dan besarnya masjid ini seharusnya ngga disebut masjid Jin, atau tiban. Masjid merujuk pada Jin yang membuat, dan Tiban berarti tiba-tiba ada atau tiba-tiba besar.

”Masjid Jin” atau ”Masjid Tiban” makin populer saja. Bahkan, tempat itu sudah menjadi destinasi wisata internasional.

Jika melihat dari papan nama yang terpampang di pintu masuk ”Masjid Jin”, jelas tertulis: Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri ’Asali Fadlaailir Rahmah.

Jadi, merujuk pada papan nama itu, bangunan utama sebenarnya bukanlah sebuah masjid. Melainkan, sebuah pondok pesantren (ponpes). Namun, di dalam ponpes itu terdapat bangunan masjid.

Wartawan Radar Malang pernah menghitung jumlah ruangan di bangunan 10 lantai itu.  Jumlah ruangannya dari lantai 1–10 adalah 173 ruangan.

Namun, ada pula yang mencatat 184 ruangan. Bahkan, ada salah seorang anggota tim yang sempat tersesat karena tidak tahu jalan keluar ketika sedang asyik-asyiknya menghitung ruangan di setiap lantai.

Berapa santri di ponpes itu, mereka kompak menjawab tidak tahu.

Konstruksi bangunannya terkesan tidak tertata dan sekilas agak serampangan. Tapi anehnya, tetap menyenangkan jika dipandang.

Salah satu sebabnya, di setiap ruangan kaya akan hiasan ornamen biru dan putih. Corak hiasannya pun seperti tidak lazim.

Ruangan di lantai I kebanyakan masih berupa bangunan kuno. Di lantai ini, terdapat kamar yang dulu ditinggali oleh Keluarga almarhum KH Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al Mahbub Rohmad Alam.

Dia adalah pendiri Ponpes Salafiah Bihaaru Bahri ’Asali Fadlaailir Rahmah (selanjutnya disebut Bihaaru).

KH Ahmad Bahru wafat pada 2010. Di lantai I, juga ada dapur, ruang keluarga, hingga musala yang biasanya digunakan untuk mengajar para santrinya.

Kini, bangunan di lantai I itu sudah tidak ditempati keluarga Kiai Ahmad sehingga menjadi tempat peristirahatan para santri. Wisatawan yang berkunjung juga diperbolehkan beristirahat di area tersebut.

Namun, karena lokasinya berada di tempat yang menyerupai lembah dan agak tersembunyi, tak banyak pengunjung yang mengetahuinya.

Jika ditelisik lebih lanjut, mayoritas ornamen itu merupakan perpaduan antara gaya Tiongkok dan Timur Tengah.

Jawa Pos Radar Malang pernah mencoba menghitung secara kasar berapa biaya gedung 10 lantai itu, jumlahnya mencapai  sekitar Rp 826 miliar.

Angka itu dihasilkan dari penghitungan harga lahan dan bangunan. Berdasarkan data di kepala Desa Sananrejo dan camat Turen, harga tanah di area ”Masjid Jin” berkisar Rp 400 ribu per meter persegi.

Karena lahan tersebut seluas 6,5 hektare, berarti uang yang dikeluarkan untuk pembebasan lahan mencapai Rp 26 miliar (400.000 x 65.000 meter persegi).

Sementara itu, untuk biaya pembangunannya, diasumsikan Rp 2 juta per meter persegi. Dari lahan 6,5 hektare tersebut, sekitar 4 hektare sudah terisi bangunan.

Dengan demikian, bangunan satu lantai menghabiskan dana Rp 80 miliar (2.000.000 x 40.000). Karena ada 10 lantai, berarti total dana yang dikeluarkan sekitar Rp 800 miliar (80 miliar x 10 ).

Pengasuh Ponpes Bihaaru Bahri ’Asali Fadlaailir Rahmah KH Ahmad Hasan menyatakan, pihaknya tidak pernah menghitung jumlah dana yang dikeluarkan untuk pembangunan gedung tersebut. ”Kalau dihitung, khawatir mengurangi keikhlasan,” katanya.

”Kami tidak pernah meminta sumbangan. Tapi, kalau ada yang menyumbang, ya tidak apa-apa,” kata Abah Hasan. Masih misterius.(fur/radar)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar