Ribut-Ribut PSBB Anies, Refly Harun: Tunjukkan di Mana Salahnya

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. Foto: Dok Antara.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



HAJINEWS.ID – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Keputusan ini ditetapkan menyusul melonjaknya angka penuluaran virus corona di DKI Jakarta.

Keputusan Anies ini ternyata mendapat tentangan dari Pemerintah Pusat. Melalui Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi, Airlangga Hartarto, Pemerintah Pusat memberikan kesan tidak mendukung rencana Anies yang ingin menyelamatkan jutaan warganya dari serangan virus asal Wuhan, China itu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ahli hukum tata negara, Refly Harun mengatakan, penanganan COVID-19 merupakan kewenangan pemerintah pusat. Berdasarkan peratuwan Menteri Kesehatan, PSBB diusulkan oleh pemerintah daerah, lalu dievaluasi oleh menteri untuk kemudian disetujui atau tidak.

Polemik Jakarta PSBB lagi muncul karena Anies Baswedan sepertinya tidak berkonsultasi dengan pemerintah pusat dan langsung menetapkan sendiri.

“Cuma (Anies) tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Karena dia mau konsultasi ke mana?,” kata Refly Harun dalam video berjudul Pusat Kok Beroposisi ke Pemda DKI yang diunggah di channel Youtube-nya, Minggu (13/9).

Refly mengakui penanganan COVID-19 di Indonesia memang tidak jelas. Sebab, ada dua pernyataan pemerintah yang berbeda. Satu statement menyatakan bahwa pandemi COVID-19 merupakan darurat kesehatan masyarakat, sementara statement lain menyatakan virus corona adalah darurat bencana nasional.

“Jika darurat kesehatan, leading sectornya Menteri Kesehatan. Ketika darurat kesehatan nasional, leading sectornya BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana),” kata Refly.

Situasi bertambah runyam ketika Presiden Jokowi membuat Perpres 82/2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Desease (COVID-19) dan pemulihan Ekonomi Nasional.

Komite ini diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurut Refly, semestinya sebelum membentuk komite baru, presiden mencabut status darurat yang sebelumnya telah ditetapkan.

“Tapi ini bingung karena sama-sama eksis. Tidak boleh memunculkan ketidakpastian hukum, memunculkan kebingungan hukum,” katanya.

Refly menegaskan bahwa ada kekacauan regulasi di tingkat pusat. Berdasarkan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, izin penerapan PSBB seharusnya dimintakan ke Menteri Kesehatan. Namun kini ada Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

“Di sini ada kekacauan. Siapa yang berkuasa selain Jokowi dalam penanganan Covid-19? apakah Airlangga Hartarto, Menteri Kesehatan, atau Doni Monardo? Nggak jelas kan?,” katanya. (wh)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *