Runtuhnya Kepercayaan Publik Berujung Jatuhnya Presiden

Runtuhnya Kepercayaan Publik Berujung Jatuhnya Presiden
Charles de Gaulle Presiden prancis yang lengser Tahun 1969
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Insanial Burhamzah

PEMBUKAAN

Hajinews – “Jika anda mengungkap kejahatan tapi diperlakukan layaknya pelaku kejahatan, berarti anda sedang berada di negeri yang dikuasai Penjahat” By Edward Snowden

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Penting untuk disadari bahwa dalam Demokrasi dan Pancasila terdapat kebebasan berbicara. Tapi kebebasan berbicara tidak memberikan kebebasan untuk berbohong. IB

Sejumlah negarawan dunia pun tidak luput dari pengalaman kehilangan “Trust” atau Kepercayaan. Tetapi yang membedakan negarawan dan yang bukan negarawan adalah, jika negarawan kehilangan public trust maka dia akan mengundurkan diri, demi menjaga konsekwensi perpecahan bangsanya.

Sebaliknya bagi pemimpin yang bukan negarawan, dia cenderung melakukan manuver bernuansa dusta dan bahkan nekad melakukan tindakan intimidasi dan berbagai bentuk kekerasan terhadap oposisinya, demi tetap berkuasa.

Dalam beberapa tahun terakhir ini telah terjadi gerakan massive yang dimulai dengan Aksi Bela Islam 212, pada tahun 2016 lalu. Aksi ini menghadirkan jutaan orang berunjuk rasa guna mengkritisi sikap Ahok yang di nilai mengeluarkan ujaran kebencian. Namun, terkesan di Bela oleh penguasa ketika itu. Sehingga melahirkan ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Gerakan massive terus berlangsung sampai Pilpres 2019 lalu, Ketika sejumlah dugaan atas sejumlah kecurangan yang dilakukan oleh oknum aparat keamanan bersama ASN dan KPU sendiri. Dugaan kecurangan tersebut ditambah dengan meniggalnya secara mendadak 700 orang petugas KPPS melahirkan kecurigaan karena tidak satupun korban yang meninggal mendadak itu yang di autopsi untuk di ketahui penyebabnya. Sehingga menguatnya dugaan spekulasi bahwa ke 700 orang tersebut sengaja di racuni ? Bahkan, Dokter Ani Hasibuan, atau Dr.Robiah Khairani Hasibuan yang mencoba membuka kasus itu, justru di tersangkakan.

Dr. Ani Hasibuan, mengatakan “Saya sebagai Dokter dari awal sudah merasa lucu. Ini bencana pembantaian apa pemilu, kok banyak amat yang meninggal. Pemilu itukan happy-happy,” ujar Ani dalam program diskusi di stasiun televisi nasional itu.
“Ani juga menyinggung soal adanya beban kerja yang berat dari seorang KPPS. Padahal, Ani menganalogikan, apabila seorang Dokter sedang mengambil spesialisasi yang tidak tidur tiga hari tiga malam, itu tidak akan meninggal dunia.”
“Kematian karena kelelahan saya belum pernah ketemu. Saya sudah 22 tahun jadi Dokter, belum ada Cause Of Death (COD) orang karena kelelahan,” ujar Ani.”

Demikian pula pelanggaran HAM yang mengakibatkan cacat dan Kematian sejumlah orang pada tabggal 21-22 Mei 2019 lalu. Tidak ada satupun kasus yang diangkat terhadap pelakunya.

Dan terakhir penahanan terhadap 17 orang yang hadir pada pertemuan di rumah Mayor Jenderal TND AD (Purn). Sunarko. Dimana, mereka ditangkap dan dipenjarakan dengan tuduha ingin menggagalkan pelantikan Presiden. Meskipun dalam fakta persidangan tidak ada bukti sama sekali atas tuduhan itu, atau tindakan perbuatan melawan Hukum. Tetapi mereka tetap dituntunt 2 tahun. Walaupun Hakim memvonisnya 13 bulan. Yang seharusnya bebas murni, tetapi oleh JPU justru tidak puas dan memaksakan banding. Sehingga, sampai saat ini ke 17 orang tersebut masih mendekam di Lapas Pemuda Tangerang.

Semua fakta tersebut diatas semakin meluas dan menguatnya runtuhnya kepercayaan publik terhadap penguasa negeri ini.

Kita sekarang berada di dunia tanpa fakta umum dan kebenaran objektif, sehingga “Public Trust” atau kepercayaan publik semakin melemah terhadap kinerja Pemerintahan. Bahkan ketika Covid-19 pulih, namun kepercayaan sudah terlanjur hilang. Kondisi ini sangat berbahaya karena merusak esensi wacana rasional dan pengambilan keputusan.” Konsekwensinya adalah melemahnya Ekonomi dan akan disusul perpecahan Bangsa.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kepercayaan pada institusi pemerintahan telah “menguap sedemikian rupa, akibat kebohongan sengaja disalahartikan sebagai fakta, kekuatan sebagai kecerdasan, dan kepentingan pribadi sebagai kesepakatan sosial.”

PENGENDALIAN MEDIA

Pengendalian Media Mainstream yang dipaksa untuk membenarkan
“dusta” penguasa, dilain pihak menyalahkan kebenaran yang dikemukakan oleh pihak yang mengkritisinya. Adalah bentuk atau ciri Otokrasi yang berselingkuh dengan Oligarki. Yang biasanya ditemukan pada negara berhaluan Komunis. Seperti Korea Utara dan China.

Di Inggris, Amerika Serikat dan sejumlah negara lainnya juga sedang mengalami erosi kepercayaan terhadap media mainstreamnya, sehingga ‘media arus utama’ memiliki istilah pelecehan, sebab ada diskursus bahwa “berita dan komentar yang berubah menjadi hiruk-pikuk tak berdasar, oleh siapa pun dapat mengatakan apa saja dan yang paling banyak diberitakan akan menjadi kebenaran”.

Penurunan kepercayaan publik terhadap media arus utama di Inggris dianalisis oleh Andrew Harrison dalam artikel yang sangat bagus di The Guardian, dan salah satu tokoh terkenal yang dia kutip adalah Rasmus Nielsen dari Reuters Institute. Nielsen berpendapat bahwa: “Legitimasi politik lembaga seperti BBC dan juga model bisnis surat kabar bergantung pada gagasan bahwa mereka menawarkan sesuatu yang dapat dipercaya.

Akhirnya setiap komunitas membangun medianya sendiri melalui media sosial dan membangun kebenarannya sendiri. Sehingga, perang opini antara media sosial semakin tidak terkontrol, karena media mainstream melemah.

Kasus yang sama di Indonesia dan mungkin lebih parah karena pengendalian media mainstream semakin kuat dirasakan oleh publik. Sehingga, tidak ada lagi data dan info yang bisa diterima oleh publik. Akibatnya, semua kebijakan yang akan diambil pemerintah selalu mengalami penolakan kolektif dan massive oleh masyarakat.

Pada Maret 2018 Twitter mengeluarkan pernyataan yang mengakui bahwa sejak Juni 2017 telah “mampu mendeteksi rata-rata 130.000 akun per hari yang mencoba memanipulasi tren.” Facebook memperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak mungkin sebanyak itu. 60 juta akun palsu di sistemnya. Pengungkapan ini mendiskreditkan platform media sosial.

KISAH MUNDURnya PRESIDEN,

Sejarah telah mencatat sejumlah alasan pengunduran diri tokoh dunia. Ada yang beralasan karena dipaksa oleh oposisi akibat skandal yang dibuatnya, adapula karena alasan kepercayaan publik tidak lagi memihak padanya. Dalam kesempatan ini saya hanya memilih 3 kasus yang sangat fenomenal antata lain :

1. Charles de Gaulle

Beliau adalah pahlawan terbesar Prancis setelah Napoleon Bonaparte. Sosoknya dipandang sebagai bapak bangsa hingga dibuatkan monumen khusus di atas makamnya di Colombey.

Namun, meskipun beliau adalah Presiden yang memiliki reputasi sebagaimana pahlawan besar negerinya, bukan berarti dia harus mempertahankan kekuasaan dengan mengedepankan kebesarannya jasanya. Sehingga, sesuka hatinya mengabaikan opini publik.

Charles de Gaulle, 10 tahun menjadi Presiden Perancis, sejak 1959. Namun, demonstrasi pelajar dan aksi mogok dari kalangan pekerja pada 1968 menurunkan popularitasnya hingga ke titik nadir. Charles de Gaulle sempat mengajukan reformasi konstitusi pada 1969, tetapi kalah dalam referendum nasional. Ia lalu Mengundurkan Diri secara permanen dari dunia politik pada 28 April 1969 di usia 79 tahun. Padahal sisa masa jabatannya masih 4 tahun lagi, Ketika itu.

2. Richard Milhous Nixon,

Lain halnya dengan Richard M Nixon Presiden ke 37 AS. Dari tahun 1969 sampai tahun 1974.

Nixon mengundurkan diri akibat kasus “Watergate” di musim panas tahun 1974,

Watergate adalah kompleks gedung yang berlokasi di Washington D.C. Pada 17 Juni 1972, lima orang ditangkap ketika tengah menyusup ke markas besar Komite Nasional Partai Demokrat yang terletak di lantai enam Watergate Office Building. Guna mencuri agenda dan dokumen kampanye Edward Kennedy, kandidat Presiden dari Partai Demokrat saingan Nixon.

Walaupun tidak terbukti Nixon yang menyuruh ke lima orang penyusup “Watergate” itu. Namun, hasil investigasi FBI menemukan bukti bahwa Nixon mengetahu rencana itu dan tidak mencegahnya. Sehingga Kepercayaan publik Amerika menunjukkan penurunan drastis. Dan mengakibatkan unjuk rasa semakin meluas, yang ditanggapi oleh Senat dan parlemen AS, yang merekomendasikan agar Nixon mengundurkan diri. Demi menjaga moral pemerintah AS.

Sejumlah petinggi partai Republik seperti John Rodes dan Barry Goldwater menemui Nixon di Kantor Oval. Mereka bilang dia bakal dimakzulkan. Persis pada 8 Agustus 1974 malam, wajah Nixon muncul di siaran televisi AS. Dia berbicara langsung dari Kantor Oval.

“Selamat malam. Ini adalah ke-37 kalinya saya berbicara kepada Anda dari kantor ini, di mana begitu banyak keputusan telah dibuat yang membentuk sejarah bangsa ini.” Setelah mengucapkan beberapa hal, Nixon mengatakan, “Saya akan mengundurkan diri dari jabatan presiden efektif di siang besok.”
Tepatnya tanggal 9 Agustus 1974.

KESIMPULAN

Penipuan, pemalsuan, dan kebohongan merusak prinsip dasar masyarakat sipil, yang bergantung pada rasa saling percaya. Anda dapat menemukan pembenaran filosofis untuk hal ini dalam “Truth and Truthfulness”. Namun, prinsip manejemen modern mengatakan “To getting things done, with or through other peoples” maknanya “untuk mencapai tujuan diperlukan kerjasama kolektif.” Sebab, secara individual saja, orang tidak dapat hidup bersama tanpa kepercayaan. Oleh karenanya, untuk kemajuan sebuah bangsa diperlukan kepercayaan guna terciptanya kerjasama.

Namun, kerjasama bukan hanya memerlukan Kepercayaan, tetapi harus didukung oleh kejujuran, dan kejujuran membutuhkan keikhlasan. Keikhlasan hanya ada pada manusia beriman. Dan keimanan itu hanya ada jika berKetuhanan. Sebagaimana, bunyi sila pertama dari Pancasila.

Mari kita tegakkan Pancasila sebagai Sumber Hukum, Politik dan Ekonomi Indonesia dan Kita cegah semua pihak yang ingin khianati Pancasila

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *