Mengejar Kebahagiaan

Mengejar Kebahagiaan
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI, periode 2003-2005)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Pasrah dia keadaan, tunduk dia pada realitas, terima dia apapun yang akan dihadapi, bahkan mati sekarang pun dia siap, pikirnya. Tiba-tiba dia merasakan ketenangan dengan itu. Gaji yang secukupnya jadi cukup, bahkan lebih memenuhi kebutuhannya. Iri hatinya mrlihat orang lain yang lebih kaya hilang. Sikapnya kepada mereka yang berpangkat sama saja. Di keadaan apa pun, dimanapun menurutnya biasa saja. Lalu diapun berkesimpulan; “Bahagia itu adalah engkau menerima dirimu, apapun dan bagaimanapun kondisimu”. Hingga disini, ia jadi atheis, individualistis, egois dengan dirinya sendiri. Tidak peduli dengan orang lain dan lingkungannya. Ia pun merasa kebahagiaan yang dipahaminya keliru. Ternyata menerima keadaan diri kita sendiri itu tidaklah cukup. Karena kita akan terganggu juga jika keadaan lingkungan kita banyak orang yang sakit, rusak mentalnya dan seterusnya. Lalu defenisinya disempurnakan “bahagia itu, engkau terima keadaan dirimu, bagaimanapun kondisimu dan engkau berbagi apa yang bisa kamu bagi dengan orang lain”.
Dengan defenisi inilah ia menikmati sejumlah kebahagiaan yang dulu diimpikannya, di carinya. Tapi selalu saja ada yang kurang dalam benaknya.

Bagaimana jika suatu nanti saya mati? Apakah dengan mati itu semua penderitaan telah selesai? Kegelisahan menyeruak kembali dalam pikirannya. Ia kembali membaca buku-buku agama. Atheistiknya mulai mengusiknya. Tidak benar ini. Untuk apa semua kebaikan selama ini kita lakukan, jika semua itu berakhir dengan mati?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Mesti ada kehidupan setelah kematian. Singkat cerita, ia percaya akan adanya hari kebangkitan setelah kematian. Ia kembali memeluk agama dan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.

Ia pun mencoba mengenali ajaran dengan benar, mengenali Tuhan yang disembah itu siapa, bagaimana menyembah dengan benar, dan seterusnya. Pengembalian dirinya kepada agama, disertai sejumlah pertanyaan yang misterius dan memerlukan penyingkapan. Lama ia tenggelam dalam pencarian jati dirinya. Lalu tiba pada satu kesimpulan hipotetik, Bagaimana mungkin saya memahami makna kebahagiaan, jika mengenali diriku yang ingin aku bahagiakan saja, tidak kunjung aku kenali? Bagaimana aku membahagiakan orang lain, disaat diriku sendiri tidak bahagia. ? Baiklah, mulai saat ini aku mau mengenali diriku dulu.

Selamat mencari kenal, siapa diri yang anda ingin bahagiakan!

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *