Mengapa Generasi Sahabat Nabi, Hebat dan sebagai Generasi Terbaik (Bagian 2)

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Masrifan Djamil*

Tauhid landasan utama seorang mukmin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kita-kita ini yang hidup di jaman modern, dikatakan pintar, banyak yang sarjana, S1 sampai S3, dibekali sarana canggih dan media komunikasi global (internet), tetapi senang dengan kisah fiksi, khayal, dari Batman, sampai Captain America, yang jelas-jelas tidak nyata. Bahkan sebagai umat Islam tidak paham kisah-kisah pahlawannya, sejarah Nabinya (shirah nabawiyah) yang justru kisahnya nyata, penuh heroisme dan dahsyat.

Contohnya kisah Ammar bin Yasir teladan bagi kita, sejak muda telah mengalami ujian yang dahsyat. Ayahnya, Yasir bin Amir dan ibunya Sumayyah binti Khayyath dibunuh di depan matanya. Bahkan yang menyayat hati, ibunya dibunuh secara sadis, ditombak dari kemaluannya hingga tembus ke tenggorokan. Mereka berdua syahid dan pasti berada di surga. Perjuangan mereka menjadi catatan sejarah perjuangan Islam yang menjadi teladan bagi kita.

Mengapa para sahabat mampu bertahan, menjadi hebat dan unggul? Tampak jelas tauhid lah yang membekali mereka sampai rela mati demi Robb mereka, baik dalam siksaan maupun dalam peperangan. Jika kita sandingkan dengan kebodohan sebagian dari kita yang rela menjual imannya hanya karena sedikit kekayaan dunia, maka kita wajib menangisinya.

Kisah lain yang heroik ialah pencarian ilmu yang amat luar biasa. Seorang sahabat bernama Jabir bin Abdillah rela berjalan 1 bulan dari Madinah ke Damaskus (Syam) untuk menemui sahabat yang meriwayatkan hanya satu (1) hadits yakni Abdullah bin Unais yang langsung mendengar nasehat dari Rasulullah ﷺ.

Bagaimana Rasulullah ﷺ menanamkan tauhid kepada keluarga dan sahabat?

Allah ﷻ yang membuat skenario yang maha hebat, yakni dilahirkan manusia sempurna yang tak ada cacat sejak dilahirkan. Kita semua paham, bagaimana masa kecil Nabi kita ﷺ yang sejak di kandungan telah ditinggal ayahandanya, diasuh oleh Tsuwaibah budak Abu Lahab selama beberapa hari, karena menunggu ibu susu yang sedang dicari. Tradisi keluarga berada di Makkah suku Quraisy ialah menyerahkan bayi untuk disusui dan diasuh hingga balita oleh penduduk desa.

Meskipun jarang yang mau menyusui dan merawat anak yatim, Halimatus Sa’diyah rela menerima bayi Muhammad. Kisah ini mungkin menjadi klarifikasi kisah lain yang disampaikan suatu pihak bahwa sang bayi Muhammad diasuh dan diberi makan oleh Abu Lahab. Benar bayi Muhammad berada di rumah keluarga Abu Lahab, namun hanya beberapa hari saja dan diasuh oleh budaknya yang bernama Tsuwaibah.

Muhammad balita, dikembalikan oleh keluarga Halimatus Sa’diyah karena ada peristiwa didatangi malaikat dan dibedah dadanya, lalu diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib karena sang ibu kemudian juga wafat karena sakit. Muhammad ﷺ kemudian ditinggal wafat kakeknya, maka selanjutnya diasuh dan dididik oleh pamannya, Abu Thalib hingga menikah pada usia 25 tahun.

Dengan pribadi yang tanpa cacat, jujur, amanah, tabligh dan fathonah, penyayang, ahlaqnya mulia (kelak istri beliau Aisyah rodliyallahu ‘anhaa menyatakan bahwa ahlaq beliau adalah Al-Qur’an), teladan, al-amin. Ini untuk ibroh agar para da’i, ustadz, pemimpin di segala lapisan dan lini dididik meneladani Rasulullah, dan meneladani Rasulullah dalam mendidik dan membentuk anak didiknya (umatnya) menjadi pribadi yang tangguh dan unggul.

Penanaman tauhid dengan teladan langsung itu membuat semua keluarga dan sahabatnya yang telah iman hari demi hari semakin yakin dan teguh hati, meskipun menghadapi ancaman kematian, tetap teguh tauhidnya. Pelajaran bagi siapapun yang ingin memimpin dan berdakwah, bersihkan diri dulu, perbaiki diri dulu pribadinya, barulah memimpin atau berdakwah.

Kejadian di kita malah sebaliknya, ingin menjadi pemimpin malah nyogok rakyat yang dipimpinnya dengan kiriman amplop isi uang Rp.50.000,- atau lebih, ditambah sembako dan janji Pemilu. Fenomena ini nyata telah dibahas di semua diskusi di TV swasta, baik oleh pakar atau KPK. Kisah yang paling jelas pernah dibahas di ILC TV One. Maka model pemimpin seperti ini dari awal sudah salah, tidak jujur, maka mana mungkin mewujudkan Indonesia Raya? Salah-salah bisa menyebabkan Indonesia Raib. Semoga rakyat berhenti menerima suap itu (money politics) jika memang ingin memilih pemimpin yang benar dan menyelamatkan serta menyejahterakan rakyatnya.

Gemblengan Tauhid Berhasil Membentuk Pribadi Sami’na Wa Atho’na

Lima tahun setelah kenabian, umat Islam yang masih amat sedikit hijrah ke Habasyah (Etiopia), yang jaraknya 4.569 Km. Ini luar biasa.Dahsyat perjuangan para sahabat. Hanya diberitahu Rasulullah ﷺ yang mendengar kabar yang meyakinkan bahwa Raja Habasyah adil dan tidak akan menganiaya umat beragama selain nasrani. Demikian sabdanya:

“Kalau kalian pergi ke Habasyah, di sana ada seorang raja yang tidak zalim. Habasyah negeri yang tepat, sampai Allah SWT memberikan jalan keluar bagi kalian dari kondisi yang kalian hadapi saat ini.”

Jumlah yang berhijrah ke Habasyah yang pertama amat kecil, hanya 12 lelaki dan 5 perempuan (ada khilafiyah dalam jumlah muhajirin, tetapi bedanya tidak besar). Melihat jaraknya, tingkat kesulitan dan risikonya dalam perjalanan, hijrah pertama ke Habasyah hanya mungkin diikuti oleh muslimin yang amat kuat imannya, dan betapa taatnya kepada Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ.

Padahal ayat yang agung tentang “sami’na wa atha’na” turun di Madinah, yakni:

اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS An-Nur [24]: 51)

Dari hal itu, kita wajib introspeksi bagaimana estafeta pendidikan kita, mengapa belum mampu membentuk pribadi hebat, unggul sebagaimana para sahabat utama tersebut telah berhasil.

Janganlah sebaliknya, jika ada yang serius beragama, malah menghadapi kendala. Bukankah keselamatan kita ke depan memerlukan pribadi hebat dan unggul? Sudah terbukti agama mempunyai peran yang teruji, sebagaimana jaman perjuangan kemerdekaan negeri kita, membentuk manusia yang hebat dan unggul, lalu memberi manfaat kepada rakyat dan negara.

Wallahu a’lam bish showab

*) Ketua Departemen LITBANG PP IPHI.

28 Rajab 1442 / 11 Maret 2021

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *