Kolonialisme Israel Di Palestina Dalam Bingkai Pergolakan Politik Timur Tengah

Kolonialisme Israel Di Palestina Dalam Bingkai Pergolakan Politik Timur Tengah
Kolonialisme Israel Di Palestina Dalam Bingkai Pergolakan Politik Timur Tengah. FOTO/DOK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Kendati semakin banyak negara yang mengeroyoknya, belum ada tanda-tanda ISIS akan segera menyerah. Sasaran Liga Arab-NATO bukan hanya mengenyahkan ISIS, tapi juga menurunkan Presiden Bashar al-Assad, sementara Tiongkok, Rusia, dan Iran hendak mempertahankan rezim Assad. Situasi ini membuat krisis Suriah semakin tidak menentu walaupun ada kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai di Suriah untuk bersama-sama melumatkan ISIS.

Arab Spring yang dimulai di Tunisia pada akhir Desember 2010, yang kemudian merembet ke Mesir, Libya, Yaman, Suriah, dan hampir ke seluruh negara Arab tidak membuahkan hasil yang diinginkan, kecuali di Tunisia yang berhasil mendirikan negara demokratis.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Meskipun masa depan demokrasi Tunisia sedang menghadapi ujian berat akibat krisis ekonomi dan salah urus pemerintahan, serta desakan dari negara Arab Teluk agar Tunisia mengakhiri sistem demokrasinya sebagai syarat bantuan ekonomi.

Memang kegagalan Arab Spring di sejumlah negara Arab disebabkan adanya intervensi negara luar, terutama dari negara Arab sendiri. Di Mesir, Arab Spring gagal menghasilkan negara yang demokratis akibat kudeta militer yang disokong negara-negara Arab Teluk, khususnya Arab Saudi.

Tindakan kudeta dengan menjatuhkan pemerintahan yang sah hasil pemilu yang demokratis membuat Mesir tidak stabil. Malah sekelompok orang membentuk ISIS yang berkedudukan di Semenanjung Sinai.

Di Libya, NATO membantu memberikan senjata kepada kaum pemberontak dan melancarkan serangan udara terhadap sasaran-sasaran militer rezim Muammar Khaddafy. Rezim Khadafy berhasil dihancurkan, tapi Libya ikut terbelah antara pemerintahan Libya timur berkedudukan di kota Benghazi di bawah pimpinan panglima militer Khalifah Haftar dan pemerintahan yang berkedudukan di Tripoli yang diakui PBB. Hal ini diperparah oleh campur tangan regional dan internasional.

Mesir, Uni Emirat Arab, Rusia, dan Perancis, mendukung Pemerintahan Libya Timur. Sedangkan Libya Barat didukung Turki dan Italia. AS berpura-pura netral, tapi di belakang layar ia mendukung Khalifah Haftar.

Dulunya, Haftar orang kepercayaan Khadhafy. Tapi setelah bertikai dengan Khadhafy, ia lari ke AS. Saat Arab Spring pecah di Libya, Haftar pulang ke Libya dan membentuk salah satu faksi militer di sana. Haftar kemudian muncul sebagai faksi militer terkuat karena mendapat pasokan senjata dari Mesir, UEA, dan tentara bayaran dari Rusia.

Dua bulan lalu telah terbentuk pemerintahan persatuan nasional dengan dukungan PBB yang bertugas menyatukan milisi-milisi bersenjata, membubarkan parlemen timur dan barat, mengintegrasikan insitusi-institusi negara yang terpecah, menyusun konstitusi baru, dan menyiapkan pemilu pada akhir Desember 2021.

Di Yaman, Arab Spring berhasil menjatuhkan Presiden Ali Abdullah Saleh berkat campur tangan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) yang disokong AS, tapi negara ini sekarang terjerumus dalam perang saudara setelah kelompok Houthi dukungan Iran mengambil alih pemerintahan di Sana’a.

Merasa terancam oleh Houthi yang membawa agenda Iran, koalisi Arab pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan ke sasaran-sasaran Houthi dengan mengandalkan serangan darat pada milisi-milisi yang masih mendukung presiden terguling Abd Rabbuh Mansour Hadi. Saat Houthi dan pemerintahan Mansour Hadi berperang, ISIS dan AQAP (al-Qaeda di Jazirah Arab) membangun kekuatan di beberapa provinsi di Yaman Selatan.

Anarkisme di Timur Tengah juga tak lepas dari hegemoni negara-negara Barat, khususnya AS, demi menjaga kepentingannya. Paling tidak ada tiga kepentingan yang menggerakan AS untuk campur tangan di Timur Tengah.

Pertama, menjamin kelancaran aliran minyak. Kedua, melindungi Israel. Dan ketiga, menjaga dominasinya dari kemungkinan masuknya kekuatan lain – seperti Rusia atau Tiongkok – ke kawasan Timur Tengah.

Tapi ketiga kepentingan inilah yang menjadi akar persoalan pergolakan di Timur Tengah, selain sisa-sisa kolonialisme Barat di kawasan ini. Di Aljazair, misalnya, masyarakatnya terbagi ke dalam kelompok sekuler didikan Perancis dan kaum Islamis tradisionalis.

Keadaan tersebut membuat Perancis dan negara-negara Barat menyokong kudeta militer di Aljazair di saat Partai Islam (FIS) memenangkan pemilu yang demokratis. Akibatnya sempat timbul konflik berdarah-darah selama beberapa tahun antara kaum Islamis dan kelompok sekuler dukungan militer.

Demikianlah anarkisme di Timur Tengah. Faktor-faktor internal berkelindan dengan kepentingan regional dan global, peran hegemonik AS, dan sisa-sisa peninggalan kolonialisme seperti yang terjadi di Palestina, Suriah, Irak, dan Aljazair, sehingga Timur Tengah menjadi kawasan paling rumit, sensitif, dan panas di dunia.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *