Pengamat: Tahun Kedua Kepimpinan Jokowi Kekuatan Oposisi Lemah, Nanti Wariskan Banyak Beban

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Surabaya, Hajinews.id — Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair), Fahrul Muzaqqi, memberikan penilaian kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo – Ma’ruf Amin memasuki tahun kedua pada akhir bulan Oktober ini. Menurutnya, selama dua puluh empat bulan perjalanannya, banyak pencapaian, tetapi banyak juga sektor yang masih perlu dioptimalkan.

“Secara keseluruhan saya mengapresiasi kinerjanya walaupun masih di bawah ekspektasi atau harapan,” ungkap dosen Ilmu Politik UNAIR itu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurutnya, keputusan Jokowi yang merangkul pihak oposisi pada jajaran kursi menteri, awalnya dinilai sebagai langkah positif untuk memperkuat kinerja pemerintah. Akan tetapi, dalam implementasinya dia justru melihat progres capaian tidak terlalu istimewa.

“Kekuatan oposisi sekarang ini lemah karena hampir semua pro kepada pemerintah. Namun, besarnya jumlah yang pro itu ternyata tidak menghasilkan kekuatan dan hasil kerja yang signifikan,” jelasnya dikutip laman resmi Unair.ac.id.

Berkaca laporan The Economist Intelligence Unit (EIU), Indeks Demokrasi Indonesia saat ini justru menunjukkan penurunan skor yang sebelumnya 6.43 di tahun sebelumnya menjadi 6.3. “Angka itu menempatkan Indonesia berada di bawah Malaysia, Timur Leste, dan Filipina. Padahal, dengan besarnya kekuatan pemerintah sekarang harusnya kita bisa mencapai skor lebih tinggi,” ucapnya.

Sementara itu, di era Jokowi, hutang Indonesia semakin membengkak. Fahrul, demikian ia akrab disapa menyebut hal ini akan menjadi beban yang lebih berat bagi pemerintahan 2024 mendatang, mengingat pemerintahan akan diisi oleh orang baru.

“Kalau problem ini semakin memberatkan anggaran negara, nanti yang diwariskan Pak Jokowi kepada pemimpin baru justru bukan banyak capaian tetapi banyak beban,” imbuhnya.

Menurutnya, pemerintah perlu segera menyeimbangkan kapasitas anggaran negara dengan kemerosotan ekonomi yang dialami oleh masyarakat menengah ke bawah. “Ini yang membuat dilema karena anggaran bantuan selama pandemi akhirnya membuat hutang negara semakin melimpah, akan tetapi jika tidak ada bantuan ya perputaran ekonomi masyarakat menengah ke bawah jadi lambat dan bisa menjadi problem baru. Jadi, pemerintah perlu menyusun formula baru yang lebih mantab untuk menyeimbangkan keduanya,” tegas Fahrul.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *