Bhinneka Tunggal Ika; dan Realitas Demokrasi Kita

Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Perbedaan itu pada bentuk-bentuk, bukan pada yang tidak berbentuk. Ada yang bentuk badannya kecil, besar, gemuk, tinggi, pendek; ada yang matanya sipit, ada yang tidak sipit; ada yang warna kulitnya putih, coklat kehitaman, merah kehitaman, hitam, sawo, kuning. Perbedaan-perbedaan juga nampak pada bentuk atau pola berpikir, pada selera atau hasrat, pada keinginan, ambisi atau kehendak; semua itu “bentuk” yang senantiasa menyertai realitas “yang mengada”, maupun “yang menjadi”,. Perbedaan bentuk-bentuk ini akibat terjadinya proses transformasi yang senantiasa terus berlangsung.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Inilah yang disebut “hal” atau “keadaan” dari sesuatu yang eksistensinya “ada” karena diberi “eksistensi” bukan memiliki “eksistensi” secara “swamandiri”. Hanya Sang Yang Maha Pemilik Eksistensi sajalah yang tidak mengalami perubahan, tidak mengalami proses, tidak bertransformasi.

Makhluk dengan demikian tidaklah memiliki eksistensinya secara swamandiri, melainkan diperoleh atau diterima sebagai anugerah dari Zat Yang Maha Pencipta, yang hanya Dia sajalah yang memiliki eksistensi-Nya secara swamandiri. Sehingga disebut “berdiri secara swamandiri pada diri-Nya sendiri” atau Qiyamuhu bi nafsihi.

Dia tidak hanya tunggal atau Esa secara eksistensial, namun juga sempurna dalam segala totalitas-Nya. Tidak memerlukan apapun dari luar Diri-Nya. Karena sempurnaan-Nya. Tidak terbagi karena ketunggalan-Nya; tidak ada yang serupa atau sebanding dengan-Nya. Tidak ada yang mendahului-Nya, Dialah awal dari segala yang berawal. Akhir atau tujuan dari segala yang memiliki tujuan. Dia tidak menempati ruang, Dialah yang menciptakan ruang; Dia tidak berbentuk; Dialah yang membentuk segala ciptaan-Nya.

Dan Dia menciptakan Adam dengan bentuk yang “menyerupai” Ar-Rahman. Dia menyempurnakan bentuk Adam yang menyerupai Ar-Rahman itu dengan “meniupkan” ruh ciptaan-Nya yang bernama “Ahmad” kepada Adam dan segenap anak cucu keturunannya; (Bani Adam) di alam rahim, yang padanya sisi “Ar-Rahiim”, Allah turunkan ke dalam hati. Ar-Rahman termanifestasi pada Adam (tubuh) dan Ar-Rahiim, Dia tempatkan di kedalaman lubuk hati setiap manusia. Keserupaan Adam dengan “Ar-Rahman” nampak dari kepemilikan tabiat bawaan dari materi unsur penciptaan jasadiah yakni (tanah, air, udara dan api), dan karena itu tabiatnya tidak murni, sebaliknya bercampur dari berbagai unsur bawaan materialnya.

Sementara tabiat “Ar-Rahiim” senantiasa murni, karena diciptakan dari cahaya nan murni yang “ditiupkan”. Tidak bercampur dengan empat unsur tabiat materi pada basyariah/jasadiyah, namun melalui cahaya nan murni inilah Allah, memberi hidup, memelihara, membentuk dan menyempurnakan ciptaan-Nya, di umpamakan seperti matahari yang menyinari bumi agar makhluk di bumi dapat tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaannya sebagai ciptaan. Atau agar mencapai apa yang telah Allah kehendaki untuk terjadi.

Dengan demikian ada perbedaan pada realitas “Ar-Rahman dan “Ar-Rahiim” agar termanifestasi apa yang menjadi kehendak-Nya dalam mencipta, dimana perbedaan-perbedaan itu, hanya dari sisi bentuk-bentuk material saja–hasil proses transformasi” dan bukan perbedaan dari sisi esensialitas eksistensi. Karena Ar-Rahman dan Ar-Rahim keduanya adalah dari nurullah sebagai “wajhullah” yang kehadirannya dikehendaki oleh Al-Haqq, Allah Azza Wajallah. Demikianlah “Bhinneka Tunggal Ika” dari sisi kehadiran realitas non-eksistensial yang bhinneka itu, semuanya dari Realitas Tunggal, Al-Haqq.

Jika ini dapat dipahami, dimengerti dengan baik, tentu perbedaan akan diterima sebagai rahmat, dan dengan begitu akan mendatangkan Al-rahiim Allah swt.

Sebaliknya penolakan, propaganda kebencian bernuansa Rasisme, amarah yang meletus-meletus akibat tidak diindahkannya realitas “Bhinneka Tunggal Ika” ini, semuanya itu adalah residu-residu (ampas-ampas), sampah yang mesti disingkirkan, karena menutup pintu hadirnya “Al-Rahiim” bagi manusia secara individu dan secara luas pada seluruh Bani Adam.

Inilah pentingnya substansi di jalankan, di hadirkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Akhir-akhir ini nampak betul, pemerintah, partai politik, polisi, dan penegak hukum makin jauh dari pelaksanaan demokrasi yang substantif. Jauh dari nilai-nilai Pancasila, bahkan umumnya para ahli tata negara telah berpandangan bahwa rezim pemerintahan Jokowi ini tidak sejalan lagi dengan UUD 45 (Konstitusi). Demikian yang nampak terang benderang dari aneka produk pemerintah dan DPR, berupa Undang-undang.

Ibu Hajjah Megawati pun tahu, Pemerintah dan DPR suka membuat Undang-Undang yang bertentangan dengan konstitusi. Tapi sama sekali baik selaku Ketua PDI Perjuangan, Ketua Pengarah BPIP maupun Ketua Pengarah BRIN belum terdengar sikap politiknya dengan maraknya produk undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.

Para Ketua Umum parpol lainnya sama saja dengan Ibu Hajjah Megawati Sukarno Putri dalam hal ini.

Akhirnya, kami hanya bisa membagi catatan ini kepada khalayak ramai, semoga Allah menyempurnakan pemahaman para pembaca terhadap situasi yang sedang dihadapi oleh Pancasila dan UUD 45. Situasi yang di hadapi Bangsa Indonesia.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *