Keadaan demikian itu, ditentukan oleh sikap hamba yang berserah diri, bertawakkal, dan menyerahkan urusannya kepada Allah SWT, dimana tidak ada kekuatan penghimpunan selain Dia.
Dengan demikian, proses-proses konsolidasi itu, amat erat kaitannya dengan sikap iman seseorang. Semakin tinggi penyerahan dirinya kepada Allah, maka semakin Allah berikan pertolongan-Nya. Sebaliknya, jika kepercayaan akan pertolongan Allah itu tidak ada, meragukan Allah, dan mengandalkan selain Allah, misalnya dengan mengandalkan uang, sembako dan lainnya, niscaya semua itu pasti akan dikalahkan oleh sikap iman dan tawakkal tadi.
Demikian itu karena sesungguhnya Allah itu “Akram” (dekat), kepada hamba-hamba-Nya.
Bagi para politisi yang berpandangan sekuler, mereka tentu kesulitan dalam menerima realitas profetik seperti diatas. Bukan saja karena mereka bertumpu kepada kemampuan diri mereka sendiri, dan tidak percaya kepada Allah, namun juga karena mereka tertutupi oleh kepercayaan mereka akan adanya pertolongan selain dari Allah.
Padahal, Allah jualah yang mampu mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya “Allamal insana malam ya’lam”.
Tafsir tentang iqra seperti diatas, dapat digunakan untuk semua urusan. Bukan hanya dalam urusan konsolidasi politik, namun juga dalam urusan konsolidasi dalam pengertian yang seluas-luasnya. Sebagaimana Allah telah menetapkan menghimpun segala sesuatunya dalam Namanya (Allah), sehingga nama itu disebut sebagai “kalimat yang menghimpun” (al-jam al-kalimah), lalu Dia melakukan perincian atasnya menjadi Ar-Rahaman dan Ar-rahiim, sehingga dalam ungkapan Bismillahirrahmanirrahim terdapatlah tiga nama yakni Allah sebagai kalimat yang menghimpun secara global, dan Ar-rahman merupakan perincian yang menunjuk kepada segala sesuatu Dzat yang wujud serta diwujudkan, dan Ar-rahiim yang menunjuk kepada sifat dari dzat segala sesuatu.
Semoga catatan singkat ini dapat memberikan gambaran pemahaman, sebagai isyarat bagi mereka yang beriman dan berakal sehat.
Billahitaufiq wal hidayah