Kultum 91: Memahami Kontroversi yang ‘Menjebak’ Zakir Naik

Kontroversi yang ‘Menjebak’ Zakir Naik
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Untuk memahami inti masalah yang tersirat dalam judul tersebut, kita perlu memahami makan esensial dari kata ‘kontroversi’ (controversy). Dalam kamus Merriam Webster, kata ini diartikan sebagai (1) “argumen yang melibatkan banyak orang yang sangat tidak setuju tentang sesuatu”. Kata ini berarti (2) “ketidaksepakatan yang kuat tentang sesuatu di antara sekelompok besar orang”, contohnya, (a) “Keputusan tersebut menimbulkan banyak kontroversi di kalangan mahasiswa”.

Kamus ini memberikan contoh pemakaian kata kontroversi berdasarkan Websites, yaitu (b) “Reagan memicu kontroversi atas pemisahan gereja dan negara pada tahun 1984 dengan menjalin hubungan diplomatik formal AS dengan Vatikan”. Contoh lain yang diberikan adalah, (c) “Kematian Harambe memicu kontroversi, dan gorila itu segera menjadi ikon media sosial dan meme”. Contoh (b) dan (c) tersebut dipilih secara otomatis dari berbagai sumber berita online yang mencerminkan penggunaan kata ‘kontroversi’ saat ini.

Berdasarkan uraian tentang makna ‘kontroversi’ tersebut, bisa dipahami bahwa pada dasarnya dalam arti kata kontroversi terkandung dua unsur. Pertama ada unsur “tidak setuju tentang/terhadap sesuatu”, atau ada “ketidaksepakatan yang kuat tentang/terhadap sesuatu”. Kedua, ada unsur “banyak orang” atau “sekelompok besar orang”. Dengan demikian,  jika ada sebuah ‘pernyataan’ yang dikemukakan (oleh penceramah, pengkhotbah, kiyai, atau ustadz, pendeta, pastor) dari satu agama tertentu, dan isi ‘pernyataan’ itu dianggap berbeda (berseberangan, apalagi bertentangan) dengan agama lain, tentulah pernyataan tersebut akan menimbulkan ‘ketidaksetujuan’ atau ‘ketidaksepakatan’ dari banyak orang atau sekelompok besar orang.

Jelasnya, pernyataan tersebut akan memunculkan kontroversi. Ultimanya, penceramah, pengkhotbah, kiyai, ustadz, pendeta, pastor, atau siapapun yang membuat pernyataan, pasti akan dianggap sebagai orang yang memicu kontroversi. Dengan demikian, siapapun dan dari agama manapun, yang membuat pernyataan yang isinya ‘tidak sama’, ‘tidak senada’, atau ‘tidak sejalan pikiran’ dengan agama-agama lain, maka orang tersebut akan dianggap sebagai penyebab kontroversi. Padahal, semua agama yang diakui di Indonesia ini jelas berbeda satu sama lain dalam banyak hal.

Lantas, bagaimana mungkin pernyataan yang esensinya bersifat agamis, misalnya tentang ‘halal dan haram’, dari agama Islam bisa ‘sama’ atau ‘tidak berbeda’ dalam pandangan agama-agama lain? Siapapun akan mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin. Contoh sederhana adalah tentang ‘babi panggang’ atau makanan apapun yang mengandung unsur babi. Di dalam agama Hindu atau Nasrani tidak ada larangan untuk mengkonsumsi makanan atau produk apapun yang mengandung unsur babi.

Sebaliknya, di dalam agama Islam, makanan atau produk apapun yang mengandung unsur atau bahan dari babi adalah haram. Dengan demikian, pernyataan ‘halal atau haram’ yang dikatakan oleh seseorang yang beragama Islam atau non-Islam tentang produk tersebut pasti akan saling memunculkan ‘kontroversi’. Jelasnya, jika seorang Muslim mengatakan bahwa ‘babi panggang’ adalah haram, hal itu akan memunculkan rasa kontroversi bagi non-Muslim. Sedangkan pernyataan dari seorang non-Muslim yang mengatakan bahwa ‘babi panggang’ itu halal, hal itu akan memunculkan kontroversi bagi Muslim.

Adapun mengenai seberapa banyak orang yang memandang bahwa pernyataan itu kontroversi atau tidak, tergantung pada jumlah pemeluk agama di suatu negara. Di Indonesia, karena mayoritas penduduknya adalah Muslim, maka pernyataan tentang halalnya babi dan berbagai produk dari babi, maka kontroversi-nya akan terasa sangat luas.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *