Perekonomian China Kembali Merosot, RI Siap-siap Kena Imbasnya

Jebakan Betmen Utang China
Jebakan Betmen Utang China
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Perekonomian China kembali menunjukkan indikasi kemerosotan akibat daya beli yang melemah. Ekonom berpandangan salah satunya disebabkan karena adanya aktivitas ekonomi China yang belum benar-benar pulih pasca 3 tahun lockdown di masa pandemi Covid-19.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menjelaskan, persoalan lockdown yang terlalu lama di China imbasnya masih terasa, itu sebabnya daya beli masyarakat Negeri Tirai Bambu ini ikut merosot pada April 2023 menjadi hanya 0,1% (year on year/yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya yang mencapai 0,7%.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Inflasi tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat, sebaliknya inflasi yang rendah bisa berarti daya beli masyarakat lemah atau masyarakat enggan berbelanja dan memilih saving. Sehingga, tingkat inflasi yang tepat, bisa merupakan indikator kesehatan dan pertumbuhan ekonomi.

Begitu juga, dengan persoalan neraca perdagangan di China, yang mana ekspornya tumbuh melambat dan impornya anjlok pada April 2023.

Impor negara dengan size ekonomi terbesar kedua di dunia ini tercatat turun 7,9% (year-on-year/yoy) pada April 2023, lebih dalam dibandingkan kontraksi 1,4% pada bulan sebelumnya. Data Bea dan Cukai China juga mencatat ekspor tumbuh 8,5% (yoy). Meskipun tumbuh namun angkanya berkurang dari 14,8% pada Maret lalu.

Menurut Tauhid, hal ini juga imbas dari belum pulihnya ekonomi China pasca 3 tahun lockdown.

“Ekonomi kita saja satu tahun baru pulih. Sementara pembukaan lockdown China baru-baru ini terjadi. Jadi, ekonomi China tidak bisa langsung tumbuh,” jelas Tauhid kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (15/5/2023).

“Persoalan daya beli belum muncul dan growth China konsumsinya masih rendah. Demand-nya belum banyak, efek lockdown. Juga banyak perusahaan yang merumahkan karyawannya, sehingga aktivitas ekonominya belum normal,” kata Tauhid melanjutkan.

China memang kini tengah menjadi sorotan dunia, termasuk Indonesia. Ekonomi yang terus memburuk memberikan dampak negatif terhadap Indonesia.

China merupakan negara mitra perdagangan Indonesia terbesar. Total perdagangan China dan Indonesia menembus US$ 133,65 miliar pada 2022 atau naik 17,70% dibandingkan 2021.

Pondasi Ekonomi China Sudah Tak Kokoh

Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal mengungkapkan, secara pondasi ekonomi China memang sudah tidak sekokoh seperti dahulu kala, yang selalu bisa mencatatkan pertumbuhan ekonomi double digit.

Fithra mengungkapkan, sejak 2015 pertumbuhan ekonomi China sudah melambat. Hal ini karena adanya kebijakan pemerintahan China sendiri yang hanya memperbolehkan masyarakatnya memiliki satu anak dalam setiap keluarga.

“Sudah banyak proyeksi-proyeksi perlambatan ekonomi China karena masalah demografi. Penyebab one child policy dari China yang menimbulkan semacam ketimpangan gender, laki-laki lebih banyak daripada perempuan,” jelas Fithra kepada CNBC Indonesia.

Ditambah adanya pandemi Covid-19, yang menimbulkan shock lebih besar untuk perekonomian China. Kendati demikian, perlahan ekonomi China mulai terselamatkan, karena China merupakan negara pemasok kebutuhan industri untuk seluruh dunia.

Namun di sisi lain, dari sisi pembangunan ekonomi nasional di China juga menjadi terhambat, karena tidak adanya permintaan. Lagi-lagi menurut Fithra ini karena kendala demografis yang tidak seimbang.

“Permintaan infrastruktur itu biasanya ada demand dari masyarakat yang usianya produktif. Namun ini karena demografisnya hanya sedikit usia produktifnya, sehingga banyak infrastruktur seperti perumahan-perumahan di China yang justru tidak laku terjual,” jelas Fithra.

Pada akhirnya, persoalan demografi ini, yang menurut Fithra menjadi persoalan dan tantangan untuk China dalam meningkatkan ekonominya ke depan. Fithra meyakini, ekonomi China masih bisa tumbuh pada kisaran 5% hingga 6%.

“Proyeksinya, ekonomi China masih bisa tumbuh. Namun butuh waktu dan input produksi,” ujar Fithra lagi.

Status China yang selama ini menjadi negara berpenduduk terbesar dunia akan digantikan oleh India.

Pada April 2023, populasi India diperkirakan mencapai 1.425.775.850 jiwa. Jumlah ini menyalip populasi China. Populasi India akan terus meningkat dalam tahun-tahun ke depan. Sebaliknya, populasi China sudah mencapai puncak dan mulai menurun sejak tahun 2022.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *