”Baru-baru ini saya mendapat order untuk membuat bantal berlogo sponsor sebanyak 200 ribu unit.
Bulan depan saya menandatangani kontrak pekerjaan pembuatan seragam karyawan puluhan ribu stel per tahun,” jelas Dewi.
Tidak mudah bagi Dewi untuk memperoleh order sebesar itu. Tetapi yang lebih sulit ternyata usaha untuk merealisasikan order-order jumbo itu. ”Modal kami tidak cukup. Uang kami sangat terbatas. Karyawan kami sangat sedikit. Alat kerjanya juga tidak banyak. Tiba-tiba mendapat order sebesar itu. Siapa yang tidak pusing?” kenangnya.
Dalam kebingungan itu, Dewi Kulsum bertemu Pak Thomas. Ialah yang akhirnya memberi jalan. Berkat Pak Thomas, Dewi Kulsum bisa memperoleh mesin produksi dan bahan baku dengan pembayaran setelah klien melunasi pesanan.
”Pengalaman-pengalaman ini tidak dirasakan dan dialami generasi kedua. Apalagi generasi ketiga. Mereka tidak punya ikatan emosi yang kuat dengan usaha yang kita jalankan. Di sinilah tantangan besar para pengusaha UMKM,” lanjut Dewi Kulsum.
Karena UMKM mendominasi jumlah perusahaan domestik, Dewi Kulsum berencana membuat buku untuk berbagi pengalaman. Ia ingin usaha UMKM yang sudah berkembang tidak ambruk saat beralih pengelola ke generasi kedua dan ketiga.
Rupanya Dewi Kulsum ingat betul dengan pameo bisnis ini: Generasi pertama yang membangun. Generasi kedua yang menikmati. Generasi ketiga yang menghabiskan.(jto)