Kultum 136: Berbagai Amalan yang Tak Terputus Pahalanya (4)

Berbagai Amalan yang Tak Terputus Pahalanya
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Masih ada lagi amalan yang pahalanya juga tidak akan terputus meskipun pelakunya sudah meninggal dunia, yaitu menghadiahkan mushaf al-Qur’an. Kita semua tahu bahwa menghadiahkan al-Qur’an berarti memberi fasilitas kepada orang lain untuk mendapatkan pahala sebanyak huruf yang dibaca dalam al-Qur’an. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ

حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

Artinya:

Siapa yang membaca satu huruf dalam al-Qur’an maka dia mendapatkan satu pahala, dan satu pahala dilipatkan 10 kali (HR. Turmudzi no. 3158).

Menghadiahkan al-Qur’an itu terutama jika hadiah berupa al-Qur’an itu tepat sasaran. Artinya, Qur’an benar-benar diberikan kepada mereka yang rajin membaca al-Qur’an atau mereka yang menghafalkan al-Quran. Sungguh sayang, jika al-Qur’an yang kita berikan itu salah sasaran. Bayangkan jika al-Qur’an itu diterima oleh mereka yang jarang membaca al-Qur’an, kecuali di bulan ramadhan. Apalagi, jika al-Qur’an itu hanya dijadikan sebagai hiasan rumah belaka.

Selain itu semua, ada pahala yang tidak akan terhenti ketika pemiliknya sudah meninggal dunia, yaitu pemilik anak shalih. Bahkan para ulama berpandangan bahwa memiliki anak yang shalih adalah memiliki harta yang paling berharga dunia akhira. Untuk ini orang tua harus mendidik anaknya menjadi anal shlaih atau shalihah.

Dari amal anak shalih atau shlaihah, maka orangtua akan mendapatkan pahala dari amal shalih yang dilakukan anak-anaknya. Hal ini karena setiap orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, dia akan mendapatkan pahala selama orang itu mengamalkan ilmunya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ

أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ

أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ

عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا

يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Artinya:

Siapa yang mengajak ke jalan petunjuk, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya siapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun (HR. Muslim no. 2674).

Jadi, tidak semua orang tua mendapatkan pahala dari amal anak-anaknya. Kecuali jika memang orangtua itu yang mengajarkan kebaikan atau mengarahkan anak itu untuk belajar kebaikan. Dalm hal ini Syaikhul Islam mengatakan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah menjadikan pahala untuk bapak sama dengan pahala amal anaknya. Kami tidak mengetahui adanya dalil tentang itu. Namun beliau jadikan ajakan kebaikan kepada anaknya, bagian dari amal orang tuanya, yang tidak akan terputus.

Sementara itu, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ

وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ ،

وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ ، وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ ،

أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ ، أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ

بَنَاهُ ، أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ ، أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا

مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ

مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

Artinya:

Diantara pahala amal mukmin yang akan tetap mengalir setelah kematiannya adalah ilmu yang dia sebarkan, anak soleh yang dia tinggalkan, mushaf yang dia wariskan, masjid yang dia bangun, rumah untuk Ibnu Sabil (orang yang di perjalanan), atau sungai yang dia alirkan, sedekah hartanya yang dia keluarkan ketika masih sehat dan kuat, yang masih dimanfaatkan setelah dia meninggal (HR. Ibnu Majah no. 249, dan dihasankan al-Albani).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *