Problem Politik dan Konstitusional Koalisi Pilpres

Problem Politik dan Konstitusional Koalisi Pilpres
Koalisi Pilpres
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Akibat dari syarat itu partai politik yang tidak memenuhi ambang batas terpaksa mencari teman koalisi untuk dapat mengusung calon Presiden. Pilihannya hanya terbatas pada keputusan elit. Sistem yang jomplang ini bukan hanya memberikan ketidakadilan bagi partai politik peserta pemilu, tetapi juga menciptakan koalisi politik yang pragmatis.

Karena sistem sudah demikian buruk maka hasil pemilunya pun menjadi buruk. Lahirlah pemimpin dari hasil kawin paksa yang berujung pada politik transaksional, bagi-bagi kekuasaan, dan politik sandera. Semua ini Apa untungnya buat rakyat?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kalau benar kita ingin menciptakan pemilu yang jujur dan adil hapus persyaratan presidential threshold itu dan biarkanlah partai politik peserta pemilu mengusung calon presidennya masing-masing. Dan itu sebenarnya kehendak konstitusi.

Dalam pasal 6A ayat (2) secara jelas konstitusi memerintahkan, “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”

Yang dimaksud partai peserta pemilu adalah partai yang telah memperoleh badan hukum dari Kementrian Hukum dan HAM, memenuhi syarat 100 persen pengurus ditingkat Provinsi, 75 persen tingkat kabupaten/kota dan 50 persen tingkat Kecamatan dan dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu setelah diverifikasi oleh KPU.

Jadi menggunakan ambang batas pencalonan Presiden bukan hanya bertentang dengan pasal 6A ayat (2), tapi bertentangan dengan ketentuan pasal 6A yang pada prinsipnya mengatur pemilihan Presiden dan syaratnya. Kalau kita baca ketentuan dalam ayat (4) Pilpres memang didesain untuk dilakukan dua putaran. Dimana putaran pertama semua partai boleh mengusung calon Presiden dan kalau tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih lima puluh persen pada putaran pertama maka yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua mengikuti Pilpres putaran kedua.

Dalam waktu yang relatif singkat inilah partai politik membentuk koalisi, sehingga koalisi tidak diatur diawal oleh bos-bos politik. Dengan demikian capres dan cawapres tidak ditentukan oleh gerontokrat atau oligark, tapi ditentukan oleh realitas politik dan perolehan suara partai politik. Artinya pilihan rakyatlah yang menyeleksi calon Presiden dan wakil Presiden.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *