Anies Baswedan Paling Ideal

Anies Baswedan Paling Ideal
Tony Rosyid
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Hajinews.co.id – JANGAN buru-buru berasumsi bahwa tulisan ini subjektif dan partisan dengan judul di atas. Artikel ini berupaya menggali data dan juga argumentasi yang objektif untuk kemudian membuat kesimpulan bahwa Anies Baswedan adalah capres yang paling ideal.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Indikator utamanya ada pada identitas pemilih. Dari semua survei, Anies Baswedan paling tinggi jumlah pemilihnya dari kalangan kelas menengah atas dan perkotaan. Mereka adalah kaum terdidik yang relatif lebih rasional dan mampu melihat fakta serta mengolah informasi dengan baik.

Sementara dua rival Anies, yaitu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, jumlah pemilih rasional, terdidik, kelas menengah atas dan perkotaan jauh lebih kecil dari Anies. Pemilih kedua capres ini didominasi oleh mereka yang lulusan SD atau tidak sekolah yang umumnya tinggal di pedesaan. Silahkan anda cek hasil survei itu.

Besarnya pemilih berpendidikan, kelas menengah atas dan perkotaan menunjukkan sisi kualitas Anies yang lebih dominan dibanding dengan kedua rivalnya. Ini data yang sulit dibantah.

Saya seringkali ngobrol “sersan”, (serius tapi santai) dengan temen-temen lintas dukungan. Ada pendukung, bahkan pengusung 01 ada 02 dan ada 03. Di dalam obrolan, yang tentu tidak diliput oleh media, mereka dengan jujur, tegas dan sepakat bahwa yang paling siap, terbaik dan ideal di antara capres yang ada adalah Anies. Saya yakin di antara anda, banyak yang juga menemukan pengalaman yang sama dengan saya.

Buat kalangan terdidik perkotaan yang mampu menjaga objektifitas, mereka paham dan tidak perlu diberi penjelasan. Kecuali mereka yang terlanjur terikat dengan kebutuhan pragmatis dan politis. Tapi kepada mereka yang awam, saya merasa perlu ikut menjelaskan. Ingat, menjelaskan itu beda dengan kampanye. Menjelaskan itu bagian dari tanggung jawab akademis untuk menyuguhkan perspektif seobjektif mungkin, by data, dan tetap membuka ruang untuk dialog.

Bukan debat, tapi dialog. Dialog itu memberikan perspektif. Kalau debat itu saling menjatuhkan. Dua hal yang berbeda.

Saya selalu menilai calon pejabat dan calon pemimpin melalui lima kriteria. Pertama, integritas. Ini menyangkut negara, bukan personal dan keluarga. Dari sini saya akan mengajukan satu pertanyaan penting: ketika menjabat, pernahkah seseorang membuat aturan, kebijakan dan tindakan yang secara sengaja merugikan negara? Pernahkan ia menyalahgunakan kewenangan atau abuse of power? Kalau jawabannya iya, dia bukan orang yang berintegritas.

Sederhannya, apakah ketika menjabat ia melakukan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Ini ukuran integritas yang paling mudah dipahami rakyat. Kalau iya, dia bukan orang yang berintegritas.

Anies jauh dari kasus korupsi ketika menjabat di Kemendikbud dan Gubernur DKI Jakarta.

Kasus Formula E? Anies sempat dicurigai membuat kebijakan yang salah terkait Formula E. Yang dibidik adalah “kebijakan yang salah” bukan korupsi Anies. Faktanya, setelah beberapa kali dipanggil KPK, tidak terbukti. Kemelut di internal KPK terjadi, karena beberapa pimpinan KPK ingin memaksakan Anies jadi tersangka tanpa dua alat bukti yang cukup.

Ada yang bilang: ada yang back up Anies. Ini, menurut saya, cara berpikir yang sesat. Kenapa dikatakan sesat? Karena tidak ada satupun kekuatan yang saat itu berani dan mampu back up Anies. Yang dihadapi adalah kekuasaan. Siapa yang kuat dan berani? Selain itu, Anies juga tidak punya instrumen untuk melakukan bergaining.

Di Indonesia, kalau anda tidak punya backing kuat dan tidak punya alat negosiasi, jangan pernah berharap pelanggaran hukum anda bisa diamankan. Sampai di sini, anda pasti paham.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *