Kampanye Terselubung Jokowi

Kampanye Terselubung Jokowi
Jokowi dan Prabowo/kumparan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Imbas dari gelontoran bansos yang superbanyak saat ini adalah potensi terjadinya scarring effect di tengah masyarakat. Artinya, menurut Bhima, “Tahun ini sudah menerima bansos, tapi tahun berikutnya enggak dapat lagi atau jumlahnya berkurang. Tingkat kemiskinan langsung naik, efek riilnya ke ekonomi, sedangkan di anggaran baru akan kelihatan pada 2025.”

Aroma tak sedap jor-joran bansos juga terlihat dari aksi Jokowi yang turun langsung bagi-bagi BLT, bukannya mendelegasikan kepada para pejabat atau petugas di masing-masing daerah. Dalam dua bulan terakhir, Jokowi setidaknya telah 17 kali tampil di berbagai daerah untuk membagi-bagikan bansos secara langsung ke masyarakat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Memalukan. [Bagi-bagi bansos] itu tugasnya Mensos, tugasnya camat. Kita pilih pemimpin (presiden) kan tugasnya lebih tinggi dari itu,” kritik Jusuf Kalla yang pernah mendampingi Jokowi di periode pertama pemerintahannya.

Kebijakan populis Jokowi yang belakangan diwujudkan bukan cuma bansos, tapi juga kenaikan gaji aparatur sipil negara.

Dalam pidatonya terkait Nota Keuangan pada Agustus 2023, Jokowi telah mengumumkan rencana kenaikan gaji ASN di pusat dan daerah, serta anggota TNI dan Polri sebesar 8%, berikut kenaikan dana pensiun sebesar 12%. Rencana kenaikan gaji ASN itu pun terealisasi pada 1 Januari 2024, kurang dari dua bulan jelang pemilu.

Hal tersebut dilihat sebagian orang sebagai jurus jitu Jokowi untuk mengambil hati para ASN, dan dengan demikian meraup suara mereka untuk 02 yang juga mencantumkan kenaikan gaji ASN pada dokumen visi, misi, dan programnya.

“ASN ada sekitar 4 juta orang. Kalau satu orang saja menanggung tiga anggota keluarga, berarti dengan dirinya sendiri ada 4 orang. Nah, 4 x 4 juta = 16 juta potensi suara [minus yang belum punya hak pilih],” ujar Bhima, menghitung-hitung.

Di satu sisi, Bhima memaklumi siklus belanja pegawai yang selalu naik jelang pemilu. Di sisi lain, menurutnya hal itu tak dapat dibenarkan karena disiplin fiskal jadi berantakan.

Keberpihakan = Ketidaklayakan Jokowi

Eep Saefulloh Fatah, CEO lembaga konsultan politik Polmark Research Centre, meyakini bahwa Jokowi memang memahami rakyat Indonesia yang ingatannya cenderung pendek. Itu sebabnya meski tahun lalu ia meminta para penjabat kepala daerah untuk netral menghadapi Pemilu 2024, tahun ini ia tak sungkan menunjukkan keberpihakan.

“Saya minta jangan sampai memihak. Itu mudah sekali dilihat [publik] loh. Hati-hati, Bapak-Ibu. Kelihatan Bapak-Ibu memihak atau ndak… pastikan ASN itu netral.”

“Saya lihat ada dua kemungkinan. Pertama, bisa jadi Jokowi menganggap bahwa secara politik, banyak orang di Indonesia itu cepat memaafkan dan cepat memaklumi; atau kedua, ia pelupa,” kata Eep saat bertandang ke kumparan, Rabu (31/1).

Ia melanjutkan, meski Jokowi bukan bagian dari ASN, namun ia presiden alias kepala negara dan kepala pemerintahan di republik ini. Dalam alam demokrasi, ujar Eep, ia mestinya menjadi pucuk kepastian hukum selain parlemen dan Mahkamah Agung.

Terlebih, presiden adalah pemegang kuasa tertinggi dari aparatur negara bersenjata. Para personel Polri dan TNI di lapangan akan patuh dan tegak lurus kepadanya selaku pimpinan.

“Jadi bukan saja Undang-Undang yang ia keluarkan bersama DPR yang jadi pegangan, tapi omongannya juga harus bisa dipegang,” ucap Eep.

Masalahnya, kenyataannya adalah sebaliknya. Itu sebabnya Eep menyebut Jokowi tak layak. Meski ia tak secara lisan menyebut berpihak ke salah satu paslon, namun segala indikasi menunjukkan arah dukungannya ke 02.

“Itu salah satu ketidaklayakan Pak Jokowi yang menurut saya sangat serius,” kata Eep.

Sumber: kumparan

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *