Manuver Menghadang Isu Pemakzulan dan Arus Perubahan

Manuver Menghadang Isu Pemakzulan
Jokowi dan Surya Paloh
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Selain manuver untuk mengupayakan agar hasil Pemilu diterima oleh dua kubu yang diyakini Jokowi sudah kalah, dan masyarakat luas tentu saja. Pertemuannya dengan Surya Paloh nampaknya juga dimksudkan sebagai langkah antisipasi politik untuk menghadang arus desakan pemakzulan kelompok-kelompok civil society.

Melalui Surya Paloh sebagai langkah awal, Jokowi berusaha mengonsolidasikan kembali kekuatan-kekuatan politik yang mendukungnya selama ini, terutama dari partai politik koalisi penyokong pemerintahannya. Kita tahu, oleh sebab pilihan sikap dan pandangan elektoral yang berbeda, koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf cerai-berai. Karena itu, dalam konteks ini dugaan saya Jokowi juga akan mengundang partai-partai lain di luar koalisi pendukung Prabowo-Gibran ke istana. 

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tetapi saya melihat Surya Paloh sebetulnya adalah second actor. Seperti kita tahu sebelum pemungutan suara 14 Februari lalu, Jokowi telah berusaha untuk menemui  Megawati melalui mediasi Sultan Yogya. Jadi, tokoh prioritas yang menjadi target manuver Jokowi untuk menerima apapun hasil Pemilu boleh jadi adalah Megawati. Tetapi keinginan Jokowi itu gagal, setidaknya sampai hari ini.  

Sekjen PDIP, Hasto Kristyanto bahkan secara terbuka sudah menyatakan kesiapan partainya untuk menjadi oposisi jika akhirnya Pemilu dimenangkan Prabowo-Gibran. Saat yang sama, sikap Ganjar-Mahfud dan tim pemenangannya atas hasil sementara Pemilu juga tetap kritis. Kabar terakhir, mereka bahkan berencana akan membentuk tim hukum bersama, atau setidaknya kerjasama dengan kubu Anies-Muhaimin untuk membongkar berbagai kasus kecurangan Pemilu.

Menggembosi Arus Deras Perubahan 

Agenda terakhir Jokowi dari pertemuannya dengan Surya Paloh nampaknya adalah untuk meredam semangat perubahan yang kadung sudah menggelora di tengah masyarakat, yang potensial dapat mengganggu jalannya pemerintahan baru nanti.

Strateginya simpel dan sangat biasa dalam praksis politik. Yakni mengajak bergabung dalam koalisi dengan kompensasi sejumlah jabatan, bisa di kabinet atau pos-pos setingkat kementerian, bisa juga di luar keduanya, mislanya di BUMN. Bukankah seperti didalikan Harold Lasswell dalam buku klasiknya, “Politics: Who Gets What, When, How” (1936)? Bahwa politik adalah tentang siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana.

Langkah strategis itu penting bagi Jokowi terlebih jika dikaitkan dengan pernyataan Anies yang berjanji kepada pendukungnya akan istiqomah dalam gerakan perubahan. Tidak akan bergeser sedikitpun, ke kanan mamupun ke kiri. Pun jika dikaitkan lagi dengan suara-suara publik non-partisan yang terus menderas mengkritisi Jokowi belakangan ini.

Pertanyaannya, apakah manuver-manuver itu bakal berhasil? Jika mencermati tekad dan semangat Perubahan Surya Paloh dan Nasdem yang digelorakan selama kampanye dugaan saya mestinya tidak akan mudah. Surya Paloh dan kubu Anies-Muhaimin tentu akan berpikir panjang ketika menerima tawaran gabung koalisi baru nanti. Karena dengan menerima ajakan itu, berarti mereka menghempaskan semangat perubahan yang dititipkan puluhan juta pemilihnya untuk diperjuangkan.

Tetapi kita faham belaka, bahwa integritas moral, konsistensi sikap dan kesetiaan pada nilai dan idealisme sudah lama absen dari watak perilaku politik para elit negeri ini. Berlindung di balik pseudo-narasi “demi persatuan”, “demi keutuhan”, “Indonesia terlalu besar untuk diurus satu dua golongan” dan yang senafas dengan ini, dengan mudah setiap tokoh bisa lompat sana menclok sini. 

“Saya akan timbul dan tenggelam bersama rakyat” lalu tak lama kemudian masuk istana adalah contoh buruk yang sulit dihapus dari memori kolektif pendukung Prabowo-Sandiaga di Pemilu 2019 silam.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *