Disway: Kalah Takut

Kalah Takut
Kereta cepat di Arab Saudi.--
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.co.id – SAYA kalah pintar dengan Hendriyanto. Kami satu pesawat ke jurusan Jeddah. Juga satu jurusan dari Jeddah ke Madinah. Sama-sama pula naik kereta cepat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Saya pilih kereta pukul 15.00. Kamis lalu. Mantan wartawan IndoPos itu naik yang lebih awal: pukul 13.00. Bersama istrinya.

Saya masih terpaku pengalaman lama: proses di imigrasi bandara Jeddah tidak bisa ditebak: berapa lama. Kalau naik kereta yang jam 13.00 khawatir tidak keburu.

Dan lagi saya tidak pernah cari info: di mana stasiun keretanya. Berapa jauh dari bandara. Rencana saya: mengalir saja. Santai. Toh Madinah tidak akan lari dikejar.

Pesawat berjendela dari Abu Dhabi itu ternyata sudah mendarat di Jeddah pukul 11.35. Di bandara baru. Beda dengan yang saya bayangan: masih di bandara haji.

Di imigrasi pun saya salah lagi: proses pemeriksaan paspornya ternyata cepat. Sama dengan di mana-mana. Saudi sudah berubah. Termasuk imigrasinya.

Perubahan yang nyata adalah petugasnya: semua wanita. Pakai burqah hitam. Counter-nya banyak sekali: lebih 20. Semua yang bertugas wanita. Kini imigrasi Saudi ternyata sudah mengutamakan pelayanan.

Anda sudah tahu, dulu petugasnya banyak yang laki-laki. Saat memeriksa paspor pun sering ditinggal berbincang dengan temannya. Kadang sampai lama. Pakai upacara cipika-cipiki segala.

Tidak lagi begitu.

Kalau toh sedikit terhambat hanya karena proses sidik jari. Tidak bisa sekali jadi. Apalagi istri saya: sampai tangannyi beberapa kali disemprot cairan. Tangan saya pun sempat dipegang petugas: diarahkan. Agar posisinya lebih pas. Pun tidak berhasil.

”Mendung pada saatnya pasti bergeser”.

Gagal bisa diulangi. Sampai berhasil. Segera menuju stasiun.

Ternyata stasiun keretanya di ”situ” saja. Jadi satu dengan bandara. Di depan tempat pengambilan bagasi.

Wartawan yang kini jadi pengusaha IT itu langsung naik kereta.

Saya termangu.

Agak lama.

”Makan,” kata saya.

Kang Saridin, yang tahun lalu juga menjemput saya, tahu di mana makan nasi mandi dengan daging kambing yang enak. Masih pakai mobilnya yang tahun lalu.

”Saya juga baru pulang dari Madura,” katanya.

Saridin sudah 14 tahun di Jeddah. Jadwal pulangnya ke Madura ditepatkan dengan coblosan.

Maka kami pun ngobrol soal kebiasaan lama pemilu di Madura. Yang pencopet pun bisa dirampok. Juga soal mengapa tokoh hebat Madura seperti Pak Mahfud Md bisa kalah telak pun di Madura.

Bandara baru.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *