Marhaban Yâ Ramadhân

Marhaban Yâ Ramadhân
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Orang bertakwa juga biasa menginfakkan hartanya pada saat lapang ataupun sempit, mampu menahan amarah, mudah memaafkan kesalahan orang lain, lalu jika melakukan dosa maka ia segera ingat kepada Allah SWT serta memohon ampunan-Nya dan tidak meneruskan perbuatan dosanya (Lihat: QS Ali Imran [3]: 133-135).

Tentu masih banyak ciri/sifat orang bertakwa yang disebutkan di dalam al-Quran maupun as-Sunnnah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Adapun terkait frasa haytsuma kunta, dapat dijelaskan bahwa kata haytsu di sini bisa merujuk pada tiga makna: tempat (makân), waktu (zamân) dan keadaan (hâl). Karena itu sabda Baginda Rasul saw. kepada Muadz ra. tersebut adalah isyarat agar ia bertakwa kepada Allah SWT tak hanya di Madinah; tak hanya saat turun wahyu-Nya; tak hanya saat bersama beliau; juga tak hanya saat dekat dengan Masjid Nabi saw. Namun, hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT di mana pun, kapan pun dan dalam keadaan bagaimana pun (‘Athiyah bin Muhammad Salim, Syarh al-Arba’în an-Nawawiyyah, 42/4-8).

Dengan demikian, jika memang takwa adalah buah dari puasa Ramadhan yang dilakukan oleh setiap Mukmin, idealnya usai Ramadhan, setiap Mukmin senantiasa berupaya menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Tentu dengan mengamalkan seluruh syariah-Nya baik terkait aqidah dan ibadah; makanan, minuman, pakaian dan akhlak; muamalah (ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, sosial, budaya, dll); maupun ‘uqûbât (sanksi hukum) seperti hudûd, jinâyât, ta’zîr maupun mukhâlafât.

Bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan shalat, melaksanakan puasa Ramadhan atau bahkan menunaikan ibadah haji ke Baitullah; sementara ia biasa memakan riba, melakukan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat dan menolak penerapan syariah secara kâffah dalam semua aspek kehidupan.

Totalitas Takwa

Perlu dipahami, tak hanya puasa yang bisa mengantarkan pelakunya meraih derajat takwa. Di dalam al-Quran tak hanya ayat tentang kewajiban puasa yang diakhiri dengan frasa; la’allakum tattaqûn (agar kalian bertakwa). Di dalam beberapa ayat lain Allah SWT juga berfirman, antara lain:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai manusia, beribadahlah kalian kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 21).

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

Bagi kalian, dalam hukum qishâsh itu ada kehidupan, wahai orang-orang yang memiliki akal, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 179).

وَ أَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus (Islam). Karena itu ikutilah jalan itu dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan lain hingga kalian tercerai-berai dari jalan-Nya. Yang demikian Allah perintahkan agar kalian bertakwa (TQS al-An’am [6]: 153).

Jelas, tak cukup dengan puasa orang bisa meraih derajat takwa. Ibadah (yakni totalitas penghambaan kita kepada Allah SWT), pelaksanaan hukum qishâsh serta keberadaan dan keistiqamahan kita di jalan Islam dan dalam melaksanakan seluruh syariah Islam, itulah yang bisa mengantarkan diri kita meraih derajat takwa.

Perlu Pemimpin Bertakwa

Di tengah sistem kehidupan sekuler yang tidak menerapkan syariah Islam secara kâffah saat ini, kaum Muslim tentu membutuhkan pemimpin yang benar-benar bisa mewujudkan hikmah puasa dalam dirinya, yakni takwa. Di antara kesempurnaan puasa pemimpin yang bertakwa adalah menjaga puasanya dari perkataan dusta (qawl az-zûr). Kedustaan hanya akan membuat puasa seseorang sia-sia. Nabi saw. bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Siapa saja yang tidak meninggalkan perkataan dan perilaku dusta maka Allah tidak membutuhkan upayanya dalam meninggalkan makan dan minumnya (HR al-Bukhari).

Pemimpin yang bertakwa adalah pemimpin yang adil, yakni yang menerapkan syariah Islam. Pemimpin yang bertakwa sekaligus adalah pemimpin yang amanah. Ia tidak akan mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya atau secara sengaja menyalahi al-Quran dan as-Sunnah. Pemimpin semacam ini tak akan mengkriminalisasi Islam dan kaum Muslim. Mereka pun tidak akan menghalang-halangi apalagi memusuhi orang-orang yang memperjuangkan penerapan syariah, termasuk penegakan Khilafah yang merupakan tâj al-furûdh (mahkota kewajiban) dalam Islam. Bahkan mereka akan berupaya menerapkan syariah Islam secara kâffah sebagai wujud ketaatan total diri mereka kepada Allah SWT.

Alhasil, mari kija jadikan Ramadhan kali ini sebagai momentum untuk mewujudkan totalitas takwa baik dalam level pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

—*—

Hikmah:

Allah SWT berfirman:

وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ . ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

Bersegeralah kalian meraih ampunan Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi kaum yang bertakwa; yaitu mereka yang menginfakkan (harta mereka) baik dalam kelapangan maupun dalam kesempitan, yang sanggup menahan amarah, yang biasa memberi maaf orang lain, dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (TQS Ali Imran [3]: 133-134). []

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *