Lika-Liku Politik Ketua Kelas

Lika-Liku Politik Ketua Kelas
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Alit Teja Kepakisan

Hajinews.co.id – Dalam kehidupan sehari-hari, yang mudah untuk kita lihat adalah kaki kita sendiri. Kaki, untuk bisa melangkah, dia perlu satu kaki yang di depan untuk berjalan dan begitu pun sebaliknya. Setelah kemenangan Jokowi-JK pada 2014, hampir bisa dipastikan tidak ada yang namanya matahari kembar, karena Megawati adalah ketua kelas. Jokowi bukan politisi yang seperti 2023-2024 kita lihat pada 2014, hampir bisa dipastikan bahwa PDIP adalah ketua kelas koalisi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Partai pengusung seperti Nasdem, PKB dan Hanura sudah pasti ikut PDIP. Pada 2019, misalnya, kita bisa melihat bahwa PDIP kembali sebagai ketua kelas tetapi memang bahwa perahu bocor di dalam koalisi itu sudah muncul ketika Nasdem mulai bertemu dan berpelukannya antara Surya Paloh dan Sohibul Iman dari PKS adalah tanda bahwa ada perahu bocor.

Tetapi, hal yang paling penting adalah bahwa politik ketua kelas ini memang merupakan konsekuen dari sistem presidensial yang dibalut dengan multipartai. Sejak kemenangan SBY-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, cenderung kontestan yang pertama kali bertarung pada Pilpres itu didukung oleh minoritas.

Jokowi-JK pun demikian, bahwa Jokowi-JK itu hanya diusung oleh PDIP, Nasdem, PKB dan Hanura lalu lawannya adalah Prabowo-Hatta yang merupakan didukung oleh Gerindra, PAN, Golkar, PPP dan PKS, sehingga ketika Jokowi pertama kali duduk sebagai Presiden pada 20 Oktober 2014, setelahnya Koalisi Indonesia Hebat selalu dicukur oleh Koalisi Merah Putih.

Hingga akhirnya Golkar dan PAN merapat lalu disusul oleh PPP yang kemudian kekuatan Jokowi membesar setelah di 2019 kembali mengalahkan Prabowo-Sandi. Ditambah gabungnya Prabowo ke dalam pemerintahan, kekuatan Jokowi kian membesar dan semakin meyakinkan adanya stabilitas politik untuk memuluskan apa yang menjadi tujuan yaitu pembangunan dan ambisi-ambisi.

Politik Ketua Kelas ini menurut saya harus dipertimbangkan secara matang. Keuntungan Jokowi selama dua periode adalah memiliki kepercayaan diri bahwa kendaraan partainya adalah partai pemenang. Kalau kita melihat realitas hari ini, PDIP memang masih ada di puncak tetapi urutan kedua bukan Gerindra melainkan Golkar.

Menurut saya, ada pemisahan besar antara identitas Prabowo sebagai tokoh yang tidak ikut ke dalam Gerindra. Walaupun kalau berbicara soal Gerindra, sudah pasti bicara soal Prabowo tetapi bila berbicara soal Prabowo maka tidak selalu identik dengan Gerindra. Maka ini harus dipertimbangkan bahwasanya sistem presidensial yang dipadukan oleh sistem multipartai harus juga menjadi pertimbangan besar.

Memang, ini mengingatkan kita dengan SBY yang pada periode pertamanya, Demokrat hanya mampu memiliki suara 7% tetapi dengan masuknya Golkar, komposisi menteri Golkar begitu besar, sekitar 7 kursi. Tetapi, Demokrat di 2009 kemudian menjadi papan atas tetapi Demokrat dengan kekuatan SBY mampu menarik kekuatan Golkar dengan mengganti Jusuf Kalla (JK) pada 2009 dan kemudian menjadi partai pemerintah.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *