Serangan Banteng untuk Jokowi

Serangan Banteng untuk Jokowi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Direktur eksekutif PPI, Adi Prayitno menyatakan, isu suksesi kepemimpinan di sebuah parpol yang menyeret nama Jokowi bisa saja benar maupun hanya sebatas rumor. “Tapi itu hanya merupakan konsumsi elite politik, bukan sekadar obrolan warung kopi,” imbuhnya.

Dia menambahkan, dalam kasus tudingan Jokowi mengambil alih PDI Perjuangan, publik dapat berasumsi bahwa hal itu benar mengingat yang melontarkan adalah figur Hasto Kristiyanto yang notabene Sekjen PDI Perjuangan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Kalau sekelas Sekjen partai, apakah mungkin berbohong? Meskipun kita semua tahu bahwa suara resmi dari PDI Perjuangan tentu Bu Megawati,” tegasnya.

Adi mengatakan, alasan Hasto semakin keras menyerang Jokowi dan keluarga besarnya merupakan babak lanjutan dari “perang saudara” yang dimulai sejak Pilpres 2024. Hal ini terlihat dari seringnya Hasto membuka rahasia dapur PDI Perjuangan yang melibatkan Jokowi, termasuk penyesalan memberikan karpet merah bagi Jokowi dan keluarganya di kancah politik Indonesia.

“Tidak mengherankan bila ke depannya, PDI Perjuangan membuka ‘borok’ Jokowi lainnya yang selama ini mereka tutup rapat. Ini sebagai ekspresi kekecewaan mereka kepada Jokowi yang selama ini dianggap sebagai bagian dari keluarga besar PDI Perjuangan,” tukasnya.

Dia mengingatkan, sebelum dikaitkan dengan kursi Ketua Umum PDI Perjuangan, Jokowi sudah terlebih dahulu dikaitkan dengan Partai Gerindra dan Golkar. Bahkan Adi menyebut bahwa koalisi antara Jokowi dan Prabowo Subianto menimbulkan persepsi publik jika Jokowi sudah ‘di-Gerindra-kan’.

“Satu hal yang publik tidak boleh lupa bahwa di politik mungkin pembicaraan seperti itu memang ada di bawah permukaan yang hanya diketahui segelintir orang. Hal itu yang mungkin bisa terwujud. Tapi ketika sudah dibuka ke publik, ‘barang’ ini tidak akan terjadi,” beber Adi.

Menurut dia, merupakan hal yang wajar bila Jokowi selalu dikaitkan dengan suksesi kepemimpinan parpol. Karena, sudah ada prediksi-prediksi yang menyebut bahwa sebenarnya Jokowi dalam dua periode kepemimpinannya tidak termasuk presiden yang powerfull.

Di periode pertamanya, Jokowi selalu dianggap sebagai petugas partai seperti yang kerap dinyatakan oleh Megawati Soekarnoputri. Hal ini yang membuat Jokowi seperti inferior terhadap parpol termasuk PDI Perjuangan.

Memasuki periode kedua, Jokowi yang seolah sedang menikmati masa jabatannya sebagai presiden dihantam oleh pandemi Covid-19 selama dua tahun. Persoalannya adalah ketika pandemi usai, masa jabatan Jokowi justru akan berakhir.

“Jadi seperti wajar saat muncul isu jabatan tiga periode, perpanjangan masa jabatan karena pandemi dan selalu dikaitkan Jokowi ingin punya pengaruh politik setelah tak lagi menjadi presiden. Apalagi dengan posisi Gibran saat ini. Itu alasan yang sangat rasional jika Jokowi dikaitkan dengan kursi ketua umum parpol, karena dengan cara itu pengaruh dan determinasi Jokowi akan dipertimbangkan usai lengser,” tegas Adi.

“Nah, bila melihat situasi terkini, hubungan Jokowi dengan PDI Perjuangan itu sudah ‘wassalam’. Kalau memang ingin masuk ke parpol lain, kemungkinan besar ya di Partai Golkar atau Gerindra,” sambungnya.

Semua Demi Gibran

Politisi senior Zulpan Lindan justru mengungkap hal yang cukup mengejutkan. Dia menceritakan, pada tahun 2014, dia sempat berkomunikasi dengan Surya Paloh. Dalam pembicaraan itu, sempat tercetus bahwa akan menjadi hal yang luar biasa jika Jokowi bersedia menjadi Ketua Dewan Pembina Partai NasDem.

“Meski itu sudah lama, tapi dengan posisi NasDem sekarang, tentu menjadi opsi yang menarik bagi seorang Jokowi jika bersedia menjadi Ketua Dewan Pembina NasDem,” ungkapnya.

Direktur eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari memiliki pendapat berbeda. Dia menilai, Jokowi bisa saja tidak akan bergabung dengan parpol manapun. Sebab, Jokowi bisa saja mendorong Gibran Rakabuming Raka untuk bergabung dengan parpol di luar PDI Perjuangan.

“Bisa saja Mas Gibran bergabung ke Golkar. Ini bisa saling menguntungkan baik untuk Gibran maupun Golkar di masa depan. Gibran bisa menduduki posisi strategis termasuk ketua umum sementara Golkar bisa menggaet pemilih muda di pemilu-pemilu yang akan datang,” ujarnya.

Sementara di PDI Perjuangan, bisa saja Jokowi masih memiliki pengaruh melalui faksi-faksi yang ada di internal. Dia menduga bahwa saat ini sudah terjadi ‘pembelahan’ atau faksi terkait suksesi kepemimpinan PDI Perjuangan.

“Saya melihatnya seperti itu. Ada faksinya Prananda, di sisi lain ada faksinya Puan Maharani. Bacaan saya, faksinya Mbak Puan lebih terbuka untuk tetap berkomunikasi dengan Pak Jokowi dibandingkan faksinya Mas Prananda,” kata Qodari.

Sumber: voi

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *