Disway: Lia Ahok

Lia Ahok


banner 800x800

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.co.id – Ia pasti istimewa. Bagaimana bisa: rambut panjang, perokok, sampai diminta menjadi guru di SMA Santa Ursula.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Itulah James F. Sundah. Rambut panjang bisa diakali dengan dikuncir. Atau diberi topi. Toh guru musik. Mengajar pakai topi pun pantas.

Rokok bisa diatur asal tidak di kelas. Dan tidak di lingkungan sekolah.

Maka Santa Ursula Jakarta tidak selalu kalah lagi dalam prestasi musik murid-muridnya. Sekolah yang ditinggalkan Jameslah yang sewot –apalagi dua sekolah itu selalu bersaing dalam segala kualitas.

Sekian tahun kemudian, guru musik yang menggantikan James memberi info: ada murid Santa Ursula yang punya bakat piano luar biasa.

James pun bertanya genre apa yang menonjol dari siswi itu: musik klasik.

Itulah Lia, putri pengusaha Yakob Suntoso, yang kemudian menjadi istri James Sundah.

Masalahnya: James pencipta lagu pop. Ia penasaran apakah Lia punya minat di genre lain. Ia ingin tahu seberapa bagus Lia. Apakah bisa juga selain di klasik.

Sang guru pun mengetes: Lia diminta memainkan piano apa saja selain klasik.

“Pilihannyi ternyata jazz. Pun sangat bagus,” ujar James mengenang awal perkenalan dengan Lia.

“Dari klasik ke jazz itu tidak mudah. Semua orang tahu mengapa sulit,” ujar James. Rambutnya masih panjang. Juga masih merokok. Pun setelah hampir 30 tahun tinggal di Amerika.

Saya tidak tahu mengapa sulit. Anda sudah tahu: saya awam di bidang musik. Nama-nama sekolah musik yang hebat pun saya tidak tahu.

Sampai-sampai ketika James mengucapkan Berklee, di telinga saya terdengar Berkeley. Maka saya pun salah menulis: setelah Santa Ursula Lia kuliah musik di Berkeley. Padahal yang benar adalah Berklee. Berkeley di California, dekat San Fransisco. Berklee di Boston. Jauh sekali.

Mungkin karena saya belum pernah ke Berklee –beberapa kali mampir Berkeley ketika ke Sacramento. “Saya takut diprotes alumni Berkeley,” ujar Lia.

Saya tidak melihat ada piano di rumah Lia di Queens, New York. Lia juga tidak pernah menyinggung piano. Dia sudah benar-benar jadi orang hukum. Kantor hukum milik Lia bagus. Di jalan utama Queens.

Lia sering mengekspresikan keinginannyi untuk bisa pulang ke Indonesia. Agar bisa menyumbangkan tenaganyi untuk masyarakat dan negara.

Ketika menjadi ketua tim pemenangan Ganjar di Amerika pun tujuan Lia untuk Indonesia yang lebih baik.

Saya tidak setuju itu. Saya justru menyarankan Lia untuk tetap di Amerika. Di Indonesia sudah terlalu banyak politisi. Jangan risi dengan anggapan berkarier di luar negeri itu kurang nasionalistik.

“Itu pikiran lama dari orang yang pandangan nasionalismenya sempit. Jangan ikut nasionalisme sempit. Harus berubah ke nasionalisme modern”. Itu Anda sudah tahu: kata-kata yang sering diucapkan anaknya Pak Iskan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *