Disway: Untung Siksa

Untung Siksa
Dahlan Iskan sebelum memasuki gedung peradilan di Amerika Serikat.--


banner 800x800

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.co.id – Saya harus “main catur” di New York: melangkah ke arah apa yang akan terjadi tiga langkah di depan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Maka hari pertama di New York, saya ke pengadilan. Mumpung hari itu tidak ada sidangnya Presiden Donald Trump. Lia Sundah mengatakan: jangan harap bisa masuk pengadilan keesokan harinya.

Tidak semua hari di sidang Trump selalu menarik minat pengunjung. Tapi keesokan harinya itu adalah puncak daya tariknya: si wanita esek-esek tidak sekadar menjadi saksi tapi dikonfrontasikan dengan kubu Trump.

Ini ibarat Rhoma sepanggung dengan Inul.

Maka saya setuju ke pengadilan justru sehari sebelum itu. Sekalian gladi resik untuk bisa lancar di kedatangan keesokan harinya.

Sebagai pengacara khusus keimigrasian di New York, Lia paham benar kawasan pengadilan itu. Pengadilan keimigrasian nyaris di seberangnya. Hanya dipisahkan oleh taman lapangan. Lia tentu sangat sering ke gedung itu.

Kawasan ini disebut ‘kawasan pengadilan’. Kalau Anda berdiri di taman lapangan itu menghadap ke mana pun ada gedung pengadilan. Berbagai jenis pengadilan. Berbagai tingkat pengadilan.

Ternyata sebetulnya saya sudah beberapa kali ke lokasi ini. Tepatnya ke sebelah lokasi ini. Pun sebelum Disway banyak iklannya.

Kawasan hukum ini ternyata mepet dengan China Town. Kalau kangen masakan Asia biasanya saya ke China Town: banyak masakan Kanton yang enak. Banyak Pho’ Vietnam. Juga Thai food.

Ini, kali pertama saya ke pengadilan di Amerika. Maka saya ingin tahu seluk beluknya. Seluknya pengadilan di Indonesia saya hafal. Apalagi beluknya.

Saya pernah jadi wartawan hukum saat masih bekerja di majalah TEMPO. Tapi sistem hukum Amerika kan berbeda. Pakai yuri. Saya ingin tahu seperti apa.

Kalau lagi ada sidang Trump tidak mungkin bisa belajar banyak: penuh sesak. Sepanjang hari. Belum tentu pula bisa dapat tempat.

Maka hari itu Lia ajak saya ke pengadilan. Dia pilih cari tempat parkir di China Town. Ini juga permainan catur: agar dari pengadilan nanti bisa makan siangnya di sekitar itu.

Dari China Town kami jalan kaki ke kawasan hukum. Melewati taman lain di belakang pengadilan. Tamannya masih sama: banyak kelompok orang yang lagi main cheki atau mahyong di situ. Tentu mereka adalah orang Tionghoa.

Gedung pengadilan itu 17 lantai. Atau 18. Perusuh teliti seperti Mirza Mirwan punya angka tepatnya. Itu bukan gedung sangat tinggi untuk ukuran New York. Juga bukan bangunan rendah seperti semua gedung pengadilan di Indonesia.

Tapi bagian bawah luar gedung ini terasa rusuh. Skafolding terpasang di sepanjang wajahnya. Menutup sepanjang trotoar di depannya. Pun menutup pintu masuknya.

Kami menyusuri lorong skafolding itu. Lalu masuk pintu besarnya. Bebas. Hanya ada detektor barang bawaan. Relatif sepi. Hanya dua orang di depan saya dan dua di belakang: Lia dan Erick, anaknyi. James Sundah, suami Lia tidak ikut.

Lia tahu: ruang sidang Trump di lantai 15. Ada dua deretan lift di gedung itu; di kanan sana dan di kiri sana. Sama saja. Tidak ada petugas jaga. Sepi. Pun di lantai 15.

Lia juga tahu di ruang mana Trump selalu disidangkan: ruang 59. Langsung ke ruang itu. Dorong pintu besar. Pintu kayu. Ada pintu besar lagi di dua meter setelah pintu pertama. Pintu hands itu untuk antisipasi musim dingin.

Ruang sidang senyap. Ada sidang tapi senyap. Sidang kriminal lain. Belum mulai.

Ruang sidang ini seperti ruang kebaktian di gereja Katolik. Langit-langitnya tinggi. Tempat duduk pengunjungnya bangku panjang. Berderet ke belakang. Delapan deret. Kanan dan kiri. Koridor di tengah. Tiap bangku  berisi 7 orang. Ada penyekat rendah di bangku itu agar mereka tidak duduk berhimpitan.

Deretan bangku paling depan untuk jaksa dan timnya menunggu sidang dimulai. Di bangku kanan. Yang kiri depan untuk bangku tunggu pengacara.

Kami duduk di bangku nomor 3 dari belakang. Hanya bisa berbisik pelan.

Sambil menunggu, saya membaca komentar para perusuh. Posisi HP saya agak tinggi. Terlihat oleh petugas keamanan yang duduk jauh di depan sana. Ia memberi isyarat tangan.

Saya tahu: di ruang pengadilan Amerika tidak boleh memotret. Si petugas mungkin mengira saya akan memotret. Maka saya menurunkan posisi HP. Terlindung sandaran bangku. Saya meneruskan membaca komentar. Sambil menunduk. Ternyata juga dikirimi isyarat tangan. Rupanya tidak hanya dilarang memotret. Main HP pun tidak boleh.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *