Imam Ghazali: Musik Itu Menyenangkan, Tapi Tidak Menjadikannya Haram

Musik Itu Menyenangkan
hukum Musik
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idPerdebatan mengenai hukum Islam terhadap musik terus berlanjut hingga saat ini. Perbedaan sikap mengenai legitimasi musik terus menimbulkan konflik. Di satu sisi, ada yang menganggap musik haram secara mutlak; Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa musik tidak memiliki batasan hukum yang tegas.

Imam Ghazali dalam bukunya yang berjudul “The Alchemy of Happiness” (Ashraf Publication, Lahore, Mei 1979) antara lain berbicara tentang hukum-hukum musik.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Ghazali, hati manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa sebagai batu api. Ada api tersembunyi di dalamnya, yang dinyalakan oleh musik dan harmoni, membangkitkan gairah orang lain.

“Harmoni-harmoni ini adalah gema dunia keindahan yang lebih tinggi, yang kita sebut dunia roh. Ia mengingatkan manusia akan hubungannya dengan dunia tersebut, dan membangkitkan emosi yang sedemikian dalam dan asing dalam dirinya, sehingga ia sendiri tak berdaya untuk menerangkannya,” tutur al-Ghazali.

Menurutnya, pengaruh musik dan tarian amat dalam, menyalakan cinta yang telah tidur di dalam hati – cinta yang bersifat keduniaan dan inderawi, ataupun yang bersifat ketuhanan dan ruhaniah.

“Sesuai dengan itu, terjadi perdebatan di kalangan ahli teologi mengenai halal dan haramnya musik dan tarian dalam kegiatan-kegiatan keagamaan,” ujar Imam al-Ghazali yang bukunya diterjemahkan Haidar Bagir menjadi “Kimia Kebahagiaan”.

Suatu sekte, Zhahariah, berpendapat bahwa Allah sama sekali tak dapat dibandingkan dengan manusia, seraya menolak kemungkinan bahwa manusia bisa benar-benar merasakan cinta kepada Allah.

Mereka berkata bahwa manusia hanya bisa mencinta sesuatu yang termasuk dalam spesiesnya. Jika ia “benar-benar” merasakan sesuatu yang ia pikir sebagai cinta kepada Sang Khalik, kata mereka hal itu tak lebih daripada sekadar proyeksi belaka, atau bayang-bayang yang diciptakan oleh khayalannya, atau suatu pantulan cinta kepada sesama mahluk.

Musik dan tarian, menurut mereka, hanya berurusan dengan cinta kepada makhluk, dan karenanya haram dalam kegiatan keagamaan. “Jika kita tanya mereka, apakah arti ‘cinta kepada Allah’ yang diperintahkan oleh syariat, mereka menjawab bahwa hal itu berarti ketaatan dan ibadah,” jelas al-Ghazali.

Saat ini, lanjut al-Ghazali, baiklah kita puaskan diri kita dengan berkata bahwa musik dan tari tidak memberikan sesuatu yang sebelumnya tidak ada di dalam hati, tapi hanyalah membangunkan emosi yang tertidur.

Oleh karena itu, menyimpan cinta kepada Allah di dalam hati yang diperintahkan oleh syariat itu sama sekali dibolehkan. Malah ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang memperbesarnya patut dipuji.

Di pihak lain, jika hatinya penuh dengan nafsu inderawi, musik dan tarian hanya akan menambahnya; karena itu, terlarang baginya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *