Hajinews.co.id – Wukuf di Arafah merupakan salah satu dari empat rukun ibadah haji bagi jamaah haji. Wukuf merupakan rukun penting dan utama dalam pelaksanaan ibadah haji.
Lalu apa latar belakang dan profil sejarah Arafah?
Zuhairi Misrawi menjelaskan di Makkah, Wukuf dianggap penting karena penerapannya dibatasi waktu tertentu, yakni hanya pada tanggal 9 Dzulhijjah. Berbeda dengan rukun haji lainnya yang dilaksanakan kapan saja, meskipun masih dalam bulan-bulan haji yang telah ditentukan.
Wukuf juga menggambarkan berkumpulnya orang-orang dari seluruh penjuru dunia, dari berbagai ras, kebangsaan, dan status sosial, semuanya dengan tujuan beribadah kepada Allah Ta’ala.
Secara maknawi, wukuf di Arafah berarti berdiam diri dengan berdoa dan memperbanyak zikir. Yang mana ini dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan penanggalan Hijriyah.
Arafah merupakan tempat yang mengandung banyak sejarah. Sebelum Islam hadir, Arafah identik erat dengan sejarah yang berkelindan dari para Nabi, salah satunya datang dari Nabi Ibrahim AS.
Arafah adalah padang pasir yang menyimpan sejarah manusia. Dahulu, Nabi Ibrahim mengharapkan kelahiran anak. Sebab, bapak para Nabi itu belum mendapatkan anak meski sudah puluhan tahun menikah. Bahkan, dia mengatakan, seandainya dikaruniai anak, Ibrahim siap menjadikan anak itu sebagai kurban untuk Allah.
Allah memerhatikan perkataan itu. Pernikahan Ibrahim dengan Sarah menghasilkan seorang anak, Ismail. Ibrahim kemudian bermimpi menyembelih anaknya. Dia bangun, kemudian merenungkan mimpi itu pada 8 Dzulhijjah.
Dia bertanya-tanya, apakah mimpi tersebut benar dari Allah atau bukan. Sehari kemudian dia mengetahui (‘arafa) benar mimpi itu dari Allah. Ketika itu, Ibrahim berada di padang Arafah Arafah. Dengan berat hati, Ibrahim berniat menyembelih Ismail pada 10 Dzulhijjah.
Namun, hal itu tak terjadi, karena Allah memerintahkan untuk menyembelih hewan kurban. Sehingga kini, umat Islam mengenal syariat kurban yang pada hakikatnya tak lepas dari sejarah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS.