Imam Bukhari

Imam Bukhari
ilustrasi: Imam Bukhari
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id – Nama lengkapnya Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. Lahir di Bukhara, Uzbekistan Asia Tengah, pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Wafat di Khartank, Samarkand pada 1 Syawal 256 H (1 September 870 M).

Beliau adalah ahli hadis yang termasyhur hingga kini, bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah dan Baihaqi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebagian ulama menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Imam Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci terutama Mekkah dan Madinah, di mana di kedua kota suci itu dia mengikuti kajian para guru besar hadits.

Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertama Kazaya Shahabah wa Tabi’in, hafal kitab-kitab hadis karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik.

Kemudian bersama gurunya Syekh Ishaq, menghimpun hadis-hadis sahih dalam satu kitab setelah menyaring dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80.000 perawi sumber menjadi 7.275 hadis.

Metode Penelitian Hadits

Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis shahih, Imam Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadis, mengumpulkan dan menyeleksi hadisnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah dan Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat.

Di Baghdad, Imam Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan seorang ulama besar, Ahmad bin Hanbal. Di kota-kota itu ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari mereka dia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadis.

Namun tidak semua hadis yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan sangat ketat, di antaranya apakah sanad (riwayat) dari hadis tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadis itu tepercaya dan tsiqqah (kuat).

Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’al-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.

Banyak ahli hadis yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.

Di antara gurunya adalah Ali ibn Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad ibn Yusuf Al Faryabi, Maki ibn Ibrahim Al Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al Baykandi dan ibnu Rahawaih. Selain itu ada 289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam bukunya “Shahih Bukhari”.

Dalam meneliti dan menyeleksi hadis dan diskusi dengan para perawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam.

Tentang perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata: “Perlu dipertimbangkan, “para ulama meninggalkannya”, atau “para ulama berdiam diri dari hal itu”. Sementara perawi yang hadisnya tidak jelas ia menyatakan, “hadisnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya.

Dia berkata: “Saya meninggalkan sepuluh ribu hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadis-hadis dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.

Banyak ulama atau perawi yang ditemui. Beliau banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadis serta memastikan keakuratan sebuah hadis, ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz.

“Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali; ke Basrah empat kali, menetap di Hijaz selama enam tahun, dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadis”, katanya.

Di sela-sela kesibukannya sebagai ulama hadis, ia juga dikenal sebagai ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan olahraga belajar memanah sampai mahir.

Wafatnya Iman Bukhari

Dalam kitab Shahih Muslim, Imam Muslim menulis: “Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, saya tidak melihat kepala daerah, para ulama dan warga kota memberikan sambutan luar biasa seperti yang mereka berikan kepada Imam Bukhari”.

Namun kemudian terjadi fitnah yang menyebabkan Imam Bukhari meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.

Seperti halnya di Naisabur, di Bukhara dia disambut secara meriah. Namun ternyata fitnah kembali melanda. Kali ini datang dari Gubernur Bukhara, Khalid bin Ahmad Az-Zihl.

Tak lama kemudian, atas permintaan warga Samarkand sebuah negeri tetangga Uzbekistan, Imam Bukhari akhirnya menetap di Samarkand. Tiba di Khartank, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi familinya. Namun disana dia jatuh sakit selama beberapa hari, dan akhirnya meninggal pada malam Idul Fitri dalam usia 60 tahun (62 tahun dalam hitungan hijriah).

https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_bin_Ismail_al-Bukhari

Sumber lain menyebut fitnah yang dialami Imam Bukhari sampai beliau meninggal dengan narasi berikut:

Imam Bukhari mendapat tekanan keras di akhir hayatnya dari para penguasa Naisabur, Bukhara dan Samarkand.

Di antara sebabnya, karena Imam Bukhari menolak mengajarkan anak-anak mereka di istana. Beliau selalu berkata: “Ilmu itu didatangi, bukan dibawakan ke pintu-pintu”.

Ketika Imam Bukhari berumur 62 tahun, penguasa Naisabur memerintahkannya untuk keluar kota, dan berkata bahwa keberadaannya tidak lagi diharapkan.

Beliau pun meninggalkan Naisabur hingga sampai di tanah lahirnya, Bukhara. Orang berbondong-bondong menyambutnya di gerbang kota dengan harta dan gula. Masyarakat biasa, penuntut ilmu, dan sebagian ahli hadis berkumpul di sana meninggalkan majelis ahli hadis lain, sehingga hal itu membuat panas hati sebagian orang.

Tetapi tidak berselang lama, ketenaran itu membuat murka penguasa Bukhara, di samping datangnya surat dari penguasa Naisabur bahwa Imam Bukhari harus segera diusir dari Bukhara sebagaimana beliau diusir sebelumnya dari Naisabur.

Utusan penguasa Bukhara sampai di depan rumah dan meminta Imam Bukhari untuk segera meninggalkan Kota. Perintahnya berbunyi “sekarang juga” beliau harus keluar!.

Imam Bukhari bahkan tidak diberi waktu untuk sekedar mengumpulkan dan merapikan buku-bukunya. Beliau terpaksa keluar kemudian berkemah di perbatasan kota selama tiga hari.

Imam Bukhari akhirnya memutuskan berangkat ke arah Kota Samarkand. Tidak sampai masuk ke kota, beliau berbelok ke desa Kartank. Bertamu kepada kerabatnya. Beliau ditemani oleh muridnya, Ibrahim bin Ma’qil.

Tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Pengawal penguasa Samarkand pun sampai di depan pintu rumah tempat Imam Bukhari bertamu.

Kali ini perintah dari penguasa Samakand adalah: Imam Bukhari harus keluar dari Samarkand dan desa-desa sekitarnya. Padahal saat itu adalah malam Idul Fitri. Sayangnya, beliau disuruh untuk keluar “sekarang” bukan setelah Idul Fitri.

Karena beliau takut membuat masalah untuk kerabat yang sudah memuliakannya. Ibrahim bin Ma’qil merapikan buku beliau di salah satu tunggangan beliau dan menyiapkan tunggangan lainnya untuk Imam Bukhari.

Ibrahim bin Ma’qil kembali ke rumah, barulah Imam Bukhari keluar dalam keadaan terpaksa. Keduanya berjalan menuju tunggangan.

Setelah 20 langkah, Imam Bukhari merasakan letih yang amat sangat. Beliau meminta Ibnu Ma’qil menunggunya sebentar untuk beristirahat.

Imam Bukhari duduk di tepi jalan kemudian tertidur. Beberapa menit setelahnya, ketika Ibnu Ma’qil ingin membangunkan beliau, ternyata ruh beliau sudah diangkat ke sisi Allah. Beliau wafat di tepi jalan pada malam Idul Fitri, 1 Syawal 256 H dalam keadaan terusir dari satu kota ke kota lainnya.

Hari ini, tidak ada yang mengenali nama penguasa Naisabur, Bukhara, dan Samarkand ketika itu. Tetapi semua kenal dengan Imam Bukhari.

Kisah Bung Karno Menyiasati Nikita Kruschev agar Menemukan Makam Imam Bukhari

Setelah Konferensi Asia Afrika tahun 1955, Pemerintah Uni Soviet mengundang Presiden Soekarno untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Moskow.

Saat itu, Soekarno sadar, sebagai Presiden Indonesia yang dianggap sebagai pemimpin negara-negara Non Blok harus bersikap netral terhadap Blok Timur maupun Blok Barat.

Tapi disisi lain, Soekarno juga menyadari bahwa Indonesia butuh dukungan Soviet untuk melegitimasi eksistensi negara-negara non-blok dan kesepakatan yang telah dicapai dalam Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Soekarno juga menyadari membutuhkan dukungan Soviet untuk menghadapi berbagai upaya negara-negara Barat yang masih terus berusaha menjajah dan menguasai kembali Indonesia.

Sementara itu, Soekarno mafhum bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah beragama Islam, sehingga tidak mungkin Indonesia akan ikut blok timur yang dipimpin oleh negara komunis Soviet.

Situasi itu yang oleh Soekarno disiasati dengan cerdas dengan mengajukan syarat atas rencananya memenuhi undangan Pemerintah Soviet dengan meminta dicarikan/ditemukan makam Imam Bukhari.

Kata Soekarno kepada Presiden Soviet: “Aku sangat ingin menziarahi makam Imam Bukhari”.

Menurut Israil, muadzin Masjid Imam Bukhari, menjelang kedatangan Bung Karno pada tahun 1956, kondisi makam tidak terawat dengan baik dan berada di semak belukar, hingga akhirnya pemerintah Soviet membersihkan dan memugar makam tersebut untuk menyambut kedatangan Soekarno.

Penghormatan Soekarno terhadap Imam Bukhari dilakukannya dengan cara melepas sepatu dan berjalan merangkak dari pintu depan menuju makam ketika turun dari mobil yang mengantarnya.

“Presiden Soekarno merangkak menuju makam lalu memanjatkan doa dan dilanjutkan sholat serta membaca Al-Quran”, terang Israil.

Keterangan tersebut diperkuat oleh Muhammad Maksud, penjaga makam Imam Bukhari, bahwa atas jasa Presiden Soekarno, komplek makam Imam Bukhari kini dipugar hingga terlihat sangat megah seperti saat ini. Komplek makam seluas 10 hektar ini menjadi objek wisata bagi umat Islam di dunia setelah makam Nabi Muhammad SAW di Madinah.

https://www.mpr.go.id/berita/bung-karno-dibalik-penemuan-makam-imam-bukhari

Semoga Allah merahmatinya dan mengangkat derajatnya di surga yang tinggi bersama para nabi, syuhada, dan orang-orang salih.

Yang tersingkir di dunia, bisa jadi lebih mulia di hadapan Allah, dan yang berkuasa di dunia bisa jadi sangat hina di hadapan Allah.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar