Kultum 497: Menikah Itu Setengah Dari Agama

Menikah Itu Setengah Dari Agama
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Sebuah pernyataan yang sering terdengar adalah bahwa “orang yang menikah telah menyempurnakan separuh agamanya”. Lantas apa bukti dari pernyataan ini? Pernyataan ini perlu diperjelas agar menjadi ibrah bagi kaum Muslimin, utamanya kaum muda-mudi yang sudah siap menikah.

Sunnah menunjukkan bahwa menikah disyariatkan, dan itu adalah salah satu Sunnah para Rasul. Dengan menikah seseorang dapat, dengan pertolongan Allah, mengatasi banyak perangkap kejahatan, karena pernikahan membantunya untuk menurunkan pandangannya dan menjaga kesuciannya, seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits, “Hai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang mampu, hendaklah dia menikah, karena itu lebih efektif untuk menundukkan pandangan dan menjaga kesucian – – – ”.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الْإِيمَانِ،

فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي

Artinya:

Barangsiapa menikah, ia telah menyempurnakan setengah agamanya, maka hendaknya ia bertaqwa kepada Allah untuk setengah sisanya (HR. Ath-Thabrani, dalam Mu’jam Al-Ausath 1/1/162, dihasankan Albani dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah 199-202).

Perlu diketahui bahwa syahwat manusia dikendalikan 2 hal, yaitu perutnya dan kemaluannya. Dalam hadis dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan pengaruh rakus manusia karena memenuhi kebutuhan perutnya,

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِى غَنَمٍ

بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى

الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ

Artinya:

Tidaklah dua serigala lapar yang dilepas di kandang kambing lebih merusak dibandingkan ketamakan seseorang terhadap dunia dan jabatan, yang bisa merusak agamanya (HR. Ahmad, no. 16198; Turmudzi, no. 2550; Ibn Hibban, no. 3228 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Sementara syahwat biologisnya mendorong manusia untuk berbuat zina. Karena itu, orang yang sudah memenuhi kebutuhan biologisnya dengan menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Siapa yang menikah, berarti telah melindungi setengah agamanya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah untuk setengah agamanya yang kedua”.

Ini merupakan isyarat tentang keutamaan nikah, yaitu dalam rangka mlindungi diri dari penyimpangan, agar terhindar dari kerusakan. Karena yang merusak agama manusia umumnya adalah kemaluannya dan perutnya. Dengan menikah, maka salah satu telah terpenuhi (dalam Ihya Ulumiddin, 2/22).

Selain itu, dalam menikah juga terdapat banyak ibadah-ibadah dan keutamaan-keutamaan lain yang hanya bisa terjadi jika seseorang sudah menikah. Beberapa ibadah itu di antaranya, pertama, bermain-main dengan istri itu berpahala. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bermain-main (yang bermanfaat) itu ada tiga; engkau menjinakkan kudamu, engkau menembakkan panahmu, engkau bermain-main dengan istrimu” (HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab, dalam Fadhail Ar Ramyi no.13 dari sahabat Abud Darda, dishahihkan Albani dalam Shahih Al-Jami 5498 ).

Kedua, nafkah suami kepada istrinya itu bernilai sedekah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَنْفَقَ المُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ،

وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا، كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً

Artinya:

Jika seorang Muslim memberi nafkah kepada keluarganya, dan ia berharap pahala dari itu, maka nafkah tersebut bernilai sedekah (HR. Bukhari no. 5351).

Ketiga, menikah itu mencetak anak-anak yang jadi generasi penerus yang akan memperkuat agama Islam. Oleh karena itu Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur. Beliau bersabda, “Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku” (HR. An Nasa’i, Abu Dawud). Dihasankan oleh Albani dalam Misykatul Mashabih.

Keempat, bermesraan dan berhubungan intim dengan istri itu berpahala dan bernilai sedekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hubungan intim antara kalian adalah sedekah”. Para sahabat lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu malah mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bukankah jika kalian bersetubuh pada wanita yang haram, kalian mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika kalian bersetubuh dengan wanita yang halal, kalian akan mendapatkan pahala” (HR. Muslim, no. 1006).

Kelima, istri adalah pendukung suami untuk menjadi tambah shalih dan bersama-sama mencari surga. Karena jika anda ingin menjadi orang yang shalih, maka anda butuh teman yang bisa menguatkan. Sulit jika hanya sendirian. Dalam hal ini Allah Subhanahu wata’al berfirman, “Maka tetap istiqamah-lah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) diperintahkan kepada orang yang bertaubat bersamamu”(QS. Hud, ayat 112).

Dan Allah Maha Tahu segalanya.

Semoga yang kita baca ini menjadi pengingat dan menambah iman kita, dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber:Ahmad Idris Adh.                                          —ooOoo—

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *