Salah satu hal yang patut menjadi panutan adalah ketika pemimpin atau kelompok muslim berselisih paham.
“Kita punya tradisi konflik paling baik di dunia! Kurang benci apa Gus Dur dengan FPI, FPI dengan Gus Dur? Paling mereka adu statemen di depan wartawan. Itu sudah bagus sekali, andaikan itu di Arab, sudah tembak-tembakan!” ujar Gus Baha dikutip dari unggahan channel Youtube Santri Gayeng pada 25 Desember 2020.
Ulama yang bernama lengkap K. H. Ahmad Bahauddin Nursalim ini juga menunjukkan bahwa pemicu konflik ini disebabkan perbedaan mazhab atau aliran.
Bedanya dengan Indonesia adalah, penyelesaian masalah di beberapa wilayah di Timur Tengah seringkali berujung dengan kekerasan hingga ujaran pertumpahan darah menjadi jalan keluarnya.
“Kalau di Timur tengah kebalikan. Jangan sama orang yang jeas nakal (pelaku kemungkaran), lha wong terhadap orang saleh beda aliran itu halal dibunuh! Sehingga orang Sunni menghalalkan darah orang Syiah, orang Syiah menghalalkan darah orang Sunni. sudah seperti tradisi.
Kalau anda baca kitab-kitab fikih khas Arab, itu biasa memvonis “Orang macam ini layak ditumpahkan darahhnya!” Padahal dia orang saleh, orang islam. Hanya karena beda mazhab sudah “layak ditumpahkan darahnya”. ujar Gus Baha.
Kiai asal Rembang ini juga menjelaskan bahwa pembantaian atas nama perselisihan sesama muslim di Timur Tengah yang dilatari dengan perbedaan aliran, yaitu Sunni dan Syiah.
Kedua kelompok ini sering berselisih dan hingga menjadi pembantaian bagi kelompok minoritas.
“Karena Timur Tengah juga Islam semua Masalahnya tuh diislamkan ala sunni atau ala Syiah? Iran menjelma sebagai aliran Syiah, yang sunni dianggap sesat dan halal darahnya.
Iraq zaman Saddam Husein pemerintahnya Sunni, yang Syiah dibantai sehingga suku Kurdi banyak yang mati. Saddam keok giliran Saddam yang dibantai. Kita ini harus bersyukur, kita ini punya tradisi konflik yang terbaik di dunia.” jelas Gus Baha.
Menurut Gus Baha, penyelesaian konflik semacam ini didasari oleh tradisi keislaman, khususnya di kalangan NU sendiri tidak menggunakan kekerasan untuk memberantas nahi mungkar.
“kita punya kyai-kyai yang punya tradisi. misalnya ada orang nakal atau orang minum, ya hanya begitu. Sehingga seolah menjadi identitas: kiai NU dan amaliah NU itu tidak sampai memukul penyabu dan pemabuk.”
Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa tradisi yang dibangun para Kiai NU adalah, alih-alih menggunakan kekerasan, para kiai mendoakan para pelaku kemaksiatan untuk mendapatkan hidayah.
“Kita ini kayak punya tradisi, jika melihat kemungkaran akan milih model nabi (berdoa): “Ya Allah, beri mereka petunjuk; mereka hanya belum tahu.
Sumber : jurnal