Orang Militer Jadi Menag, Ini Sejarahnya

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, hajinews.id,- Kekecewaan para kyai NU seperti dikatakan Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU Robikin Emhas bisa dipahami, tapi juga bisa disesalkan. Karena faktanya pos Kementerian Agama selama ini juga pernah beberapa kali dipegang orang dari militer. Lalu apa persoalannya sehingga para kyai keberatan?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Lantas, siapa sebenarnya sosok Jenderal Fachrul? Bukankah di masa lalu pernah ada dua jenderal yang menjadi Menteri Agama dan cukup berhasil?

Fachrul adalah Pengurus Besar Matlaul Anwar, organisasi yang dibentuk para kiai di Banten pada 10 Juli 1916. Jadi, mantan wakil panglima TNI itu itu masih Islam, Sunni, Syafi’I, dan Aceh!

Seperti dilansir detik.com (24/10/2019) dalam tulisan tentang “Rekam Jejak Tentara di Kementerian Agama,” dengan gamblang dijelaskan bahwa Kementerian Agama pernah diisi tokoh dari Muhammadiyah, Masyumi, juga tentara. Pada 1978, Presiden Soeharto menunjuk Letjen Alamsjah Ratu Prawiranegara sebagai Menteri Agama. Sebelumnya Alamsyah pernah menjadi Sekretaris Negara, Duta Besar di Belanda, 1972-1975, dan anggota Dewan Pertimbangan Agung, 1975-1977.

Menag Alamsyah Ratuprawiranegara bersama kyai di pesantren (dok)

Karena merasa bukan kiai, ia sempat mempertanyakan keputusan Soeharto tersebut. Tapi Soeharto menjawabnya dengan menjelaskan salah satu tugas utamanya sebagai Menag adalah, menjelaskan kepada umat beragama, umat Islam khususnya, mengenai Pancasila.

“Agar mereka tidak lagi bersikap apriori. Selama ini Pancasila

tidak jelas bagi umat Islam…,” tulis Alamsyah dalam autobiografinya, Perjalanan Hidup Seorang Anak Yatim Piatu terbitan 1995.

Alamsyah lalu menerjemahkan tugas itu dengan berkeliling pesantren. Dia menjelaskan bahwa Pancasila adalah buah karya dan hadiah umat islam kepada bangsa Indonesia. Salah satu tokoh yang berperan dalam perumusan Pancasila adalah dari NU, Kiai Haji Wachid Hasjim. Juga ada tokoh dari Muhammadiyah, yakni Ki Bagus Hadikusumo.

“Orang yang mengatakan Pancasila itu haram, bertentangan dengan Islam, orang-orang itu semua adalah bodoh, orang yang tidak mengerti sejarah,” cetus Alamsyah.

Menurut detik.com, penjelasannya ini yang membuat Kiai Haji As’ad Samsul Arifin dari Situbondo kemudian menerima Pancasila sebagai asas tunggal. Juga Muktamar Muhammadiyah pada 1984 di Solo menetapkan Pancasila sebagai azas organisasi.

Tugas lainnya adalah soal aliran kepercayaaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kala itu ada keresahan seolah aliran kepercayaan menjadi agama tersendiri selain Islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Salah satu indikasinya, aliran ini juga mendapatkan slot acara tersendiri di TVRI.

Tapi saat menghadap Soeharto, dia langsung mendapatkan jawaban tegas yang menentramkan. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah semacam kebudayaan. Jadi bukan masalah atau persoalan keagamaan, karena merupakan bagian dari kebudayaan. Tempatnya adalah di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam cabinet 1993-1998, Soeharto kembali mengangkat figur berlatar tentara sebagai Menteri Agama. Kali ini Tarmizi Taher, seorang dokter sekaligus Laksamana Muda TNI Angkatan Laut.

Menag Tarmizi Thahir (dok).

Di masa kepemimpinannya, Tarmizi membuat dua terobosan srategis terkait penyelenggaran ibadah haji. Dia mencetuskan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) dan pembentukan Dana Abadi Umat.

Bagaimana dengan Fachrul? Saat mengumumkan susunan kabinet, Presiden Jokowi menyebut setidaknya ada empat tugas utama menteri agama, yakni penanggulangan radikalisme, ekonomi umat, industri halal, dan haji.

Melihat sejarah kementerian agama semacam ini lalu masih adakah yang tidak bisa dipahami? Apakah mau seperti kasus Menag non TNI yang kesandung kasus korupsi? Bacalah dan bacalah dengan nama Tuhanmu. Bacalah ayat-ayat qur’aniyah dan kauniyah. Wallahu a’lam (fur/detik.com/24/2019).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *