Nabi Muhammad SAW: Kaya atau Miskin ?

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Mohammad Nasih
Pendiri Sekolah Alam Planet NUFO, Pengasuh Pesantren Tahfidh al-Qur’an Monash Institute Semarang, Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ. Redaktur Ahli Hajinews.Id

Di antara banyak pertanyaan seputar Nabi Muhammad adalah sebenarnya beliau berasal dari keluarga kaya atau miskin? Beliau hidup dalam keadaan kaya atau miskin? Dan mati dalam keadaan kaya atau miskin? Pertanyaan kedua dan ketiga mudah menjawabnya. Namun pertanyaan pertama itu yang tidak mudah, karena paradigma dan budaya masyarakat saat Nabi Muhammad lahir sangat berbeda dengan paradigma dan budaya saat ini apalagi di sini. Karena itu memerlukan pengetahuan sejarah yang cukup untuk bisa memahaminya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pertanyaan pertama itu sering muncul, karena Muhammad lahir dalam keluarga yang sangat terpandang. Bani Hasyim sangat dihormati, karena dengan kekayaan yang dimiliki oleh Hasyim saat itu bisa memberikan makan (al-rifaadah) dan minum (al-siqaayah) gratis kepada jama’ah haji dan umrah. Itu dilakukan oleh Bani Hasyim turun temurun.

Bahkan usaha penemuan kembali sumur Zamzam sesungguhnya dilatarbelakangi oleh kesulitan air disebabkan oleh keringnya sumur-sumur di seantero Makkah. Kala itu, Abdul Muththalib memohon kepada Allah agar ditunjukkan letak sumur tua itu. Dibantu oleh anaknya bernama Harits, kakek Nabi Muhammad tersebut menemukan sumur Zamzam yang sudah tertimbun banyak material padat.

Selain itu, terkenal bahwa Abdul Muththalib juga memiliki banyak unta. Saat Abrahah datang bersama banyak pasukannya untuk menghancurkan Ka’bah, pasukan itu merampas banyak harta milik penduduk Makkah, di antaranya adalah 200 ekor unta milik Abdul Muththalib, kakek Nabi Muhammad.

Dua bulan setelah peristiwa yang diabadikan dalam QS. Al-Fiil itu, lahirlah Muhammad saw.. Selain itu, bapaknya, Abdullah adalah juga pedagang. Bahkan Abdullah meninggal dalam perjalanan sebuah misi dagang. Lalu kenapa saat Muhammad dilahirkan, dia dihindari oleh semua perempuan yang mencari bayi-bayi yang disusui? Bahkan Halimah al-Sa’diyah, awalnya enggan untuk membawa Muhammad.

Hanya karena tidak mau pulang dengan tangan hampa saja, maka Halimah mengambil Muhammad. Kebiasaan para perempuan badui mengambil anak-anak dari kota untuk disusui di samping untuk tujuan mendapatkan upah dari pekerjaan menyusui, juga untuk mendapatkan jaringan dengan keluarga kaya. Sedangkan Muhammad lahir dari seorang perempuan yang suaminya sudah meninggal dunia.

Lalu apa hubungannya dengan kaya dan miskin?

Dalam tradisi Arab pra Islam, bahkan pada masa awal Islam, perempuan dianggap sebagai properti. Bukan hanya dia tidak mendapatkan warisan kalau suaminya meninggal dunia, bahkan dia diwariskan. Abdullah meninggal pada saat Muhammad masih berupa janin berusia tiga bulan di kandungan. Karena itu, dia lahir dari seorang perempuan yang tidak punya apa-apa lagi.

Itulah sesungguhnya yang membuat Muhammad menjadi tidak menarik bagi para perempuan pencari bayi untuk disusui itu. Sebab, mereka tidak bisa berharap apa-apa dari Aminah yang janda itu. Karena pertimbangan di luar materilah, Halimah kemudian membawa Muhammad, dan karena merasakan banyak berkah hidup bersama Muhammad kecil, maka perjanjian mengasuhnya hanya dalam dua tahun, kemudian diperpanjang oleh Halimah setelah mendapat izin Aminah menjadi empat tahun. Itu pun sebenarnya masih ingin diperpanjang lagi. Hanya karena peristiwa pembedahan dada Muhammad oleh dua Malaikat saat dia sedang menggembalakan ternak di padang rumputlah, Halimah dan suaminya merasa khawatir akan keselamatan Muhammad, lalu mengembalikan kepada ibunya.

Namun, Muhammad kecil memang sudah menunjukkan keunggulan yang luar biasa. Saat hidup bersama dengan Bani Sa’d di Thaif itu, Muhammad yang masih balita bahkan mendapatkan pelajaran sampai menguasai dengan baik cara menundukkan unta. Kemampuan inilah yang membuat Muhammad saat usia 8 atau 12 tahun diajak oleh sebuah kafilah bermisi dagang ke Syam.

Sesungguhnya Muhammad belia itu diajak karena kemampuan untuk menjaga unta-unta. Itulah sebabnya, saat rombongan itu dicegat dan dijamu oleh pendeta Buhaira, Muhammad tidak diajak masuk. Dia di luar bersama unta-unta yang menjadi kendaraan dagang mereka. Baru setelah Buhaira yang meminta secara langsung agar kalau masih ada orang dalam kafilah yang belum masuk, karena dia tidak melihat ciri kenabian pada seorang pun yang sudah masuk ke rumahnya.

Karena profesionalitas Muhammad, banyak orang kemudian mempercayakan banyak hal kepadanya, termasuk menitipkan barang-barang mereka. Dan karena dia memang sangat jujur, maka dia dikenal sebagai al-amiin (terpercaya). Popularitasnya makin melambung saat peristiwa hajar aswad yang terlepas dari pojok Ka’bah oleh sebab banjir harus dikembalikan lagi ke tempatnya.

Karena popularitas sebagai al-amiin itu, ditambah dengan informasi yang didapatkan oleh Khadijah dari Waraqah bin Naufal bahwa dia adalah calon rasul yang terakhir, maka Khadijah mengujinya dengan menjadikannya sebagai manajer keuangan dalam sebuah misi dagang dengan modal yang tidak sedikit. Sepulang Muhammad dari misi dagang yang ditemani Maysarah tersebut, keyakinan Khadijah bahwa Muhammad adalah calon rasul terakhir makin kuat. Makin sempurna lagi keyakinan itu setelah Maysarah mengatakan bahwa perjalanan mereka selalu dinaungi awan. Tanda-tanda kenabian makin jelas.

Karena keyakinan itulah, Khadijah berinisiatif untuk menikah dengan Muhammad. Namun, budaya patriarkhi tidak memungkinkannya untuk mewujudkannya. Jalan terbuka ketika sahabatnya, Nafisah, menawarkan diri untuk menjadi juru loby kepada keluarga Muhammad, dan dengan caranya, Muhammadlah yang akan melamar Khadijah.

Setelah melalui proses yang sempat membuat salah satu anggota keluarga Muhammad yang bernama Atikah emosi, akhirnya keluarga Muhammadlah yang melamar Khadijah. Awalnya, Muhammad merasa belum mampu menikah, karena tidak ada harta yang digunakan untuk itu. Khadijah kemudian memberikan pengertian. Keluarga Muhammad juga patungan untuk membayar mahar sebesar 20 ekor unta terbaik. Walaupun Abu Thalib juga mengatakan bahwa orang berkualitas keponakannya itu tidak membayar mahar pun tidak masalah.

Karena menikah dengan Khadijah itu, Muhammad yang sebelumnya kesulitan ekonomi menjadi kaya, sebagaimana diungkapkan oleh al-Quran (al-Dluha: 8). Dan yang luar biasa adalah setelah menikah Khadijah mengatakan kepada Muhammad bahwa seluruh harta kekayaannya boleh digunakan untuk apa pun yang ia inginkan. Ini karena Khadijah tahu bahwa suaminya akan melakukan perjuangan yang membutuhkan dukungan dana yang tidak kecil. Itu disadari benar oleh Khadijah, sehingga ketika Muhammad mulai berperilaku tidak umum, berupa berkhalwat di Gua Hira’, Khadijah justru mendukungnya.

Khadijah menyediakan perbekalannya untuk beberapa hari, juga mengirimkan para penjaga untuk memastikan lingkungan Jabal Nur aman, agar suaminya aman di puncaknya. Sampai saat Muhammad pulang ketakutan, Khadijahlah yang meyakinkan bahwa dia sudah lama berharap Muhammad jadi pemimpin ummatnya. Lalu dibawanya ke Waraqah. Waraqah menguatkan bahwa Muhammad telah diangkat menjadi rasul, dan akan menghadapi tantangan sangat berat bahkan akan diusir oleh kaumnya.

Masa sulit benar-benar datang. Puncaknya, Nabi Muhammad dan para sahabatnya diboikot oleh kaum kafir Makkah. Harta Khadijah habis untuk mengatasi kesulitan akibat pemboikotan itu. Dan bahkan Khadijah kemudian meninggal dalam keadaan bajunya banyak tambahan. Seorang perempuan kaya, kemudian kehilangan semua hartanya untuk keperluan jihad fii sabiilillaah.

Sampai kemudian Nabi Muhammad harus hijrah ke Yatsrib. Di tempat baru ini, Nabi Muhammad menjadi pemimpin, baik agama maupun politik. Nabi Muhammad kemudian membangun angkatan perang untuk mengamankan diri dari serangan pihak luar. Walaupun telah menjadi pemimpin negara, mendapatkan banyak harta kekayaan berupa rampasan perang yang bahkan diatur oleh al-Qur’an sebesar 20 persennya (al-Anfal: 41), tetapi Nabi Muhammad tetap hidup sangat sederhana. Dalam urusan makan, nabi sering berpuasa dan mengganjal perutnya. Dan orang paling mulia itu meninggalkan dunia ini tanpa meninggalkan warisan, bahkan baju perangnya masih tergadai pada seorang Yahudi.

Fakta itu menunjukkan bahwa Nabi Muhammad sesungguhnya adalah pribadi dengan kekayaan yang hakiki. Kekayaannya terletak pada harta yang tidak dibutuhkannya. Inilah ghaniyyun dalam arti laa haajata (tidak butuh). Sebaliknya, membutuhkan itu berarti faqir. Orang yang menguasai banyak harta, tetapi masih korupsi, berarti dia faqir. Sebaliknya, orang yang menguasai banyak harta dan menyerahkannya untuk kepentingan jihad, maka sebesar yang diberikan itulah kekayaannya. Wallaahu a’lam bi al-shawaab.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *