Setelah Lulus Doktor, Makin Jelas Siapa Ustadz Somad Sebenarnya

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh KH. Imam Jazuli Lc., M.A*

Ustad Abdul Somad (UAS) menabur aroma wangi. Tak disangka-sangka, disertasinya yang berjudul Syeikh Muhammad Hasyim Asy’ari wa Juhuduhu fi Nasyr al-Sunnah bi Indonesia membuat dia meraih gelar doktor dengan predikat mumtaz.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Umat muslim patut bersyukur karena telah memiliki seorang da’i muda teladan, yang kapasitas ilmunya sudah teruji di jenjang tertinggi pendidikan akademik.

Banyak da’i muda, tapi belum tentu sudah doktor. Banyak yang bergelar doktor, belum tentu masih muda. Banyak yang muda dan sudah doktor, belum tentu seorang da’i dengan jamaah yang masif.

Sosok UAS menjadi contoh figur ideal untuk kategori muda, doktor, dan seorang da’i. Terlebih, karena topik kajian disertasinya tentang perjuangan Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari.

Penulis rasa, menempuh masa pendidikan selama dua tahun di tengah menjalani kesibukan sebagai da’i dan dosen bukan perkara gampang.

Tetapi, UAS mampu membuktikan dirinya bisa. Baginya, perjuangan menuntut ilmu tidak boleh mengenal lelah. Semangatnya untuk belajar yang tidak pernah padam itu terinspirasi oleh perjalanan hidup Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari sendiri.

Pada suatu hari, sebelum menulis disertasinya, UAS mengaku membaca sebuah novel Penakluk Badai karya Aguk Irawan.

Dalam karya sains fiksi tersebut, profil Mbah Hasyim digambarkan sebagai sosok pejuang yang kuat. UAS berusaha menggali spirit perjuangan Mbah Hasyim. Ketika lelah duduk, UAS membaca sambil berbaring. Ketika bosan telentang, ganti telungkup. Novel itulah yang menginspirasi dirinya menulis disertasi.

Dari novel itu pula, UAS sadar bahwa setiap perjuangan dan berdakwah pasti menghadapi ujian. Ujian dan cobaan bermacam-macam. Kita juga masih ingat, Beberapa waktu yang lalu, UAS menghadapi ujian dalam membangun mahligai rumah tangga. Gagal mempertahankan hubungan suami istri, sehingga terjadilah peristiwa perceraian.

Tetapi, kesabaran dan keteguhan yang bermekaran di hati UAS membuatnya diganjar dengan “pahala” yang lebih besar; gelar doktor dengan predikat cumlaude diraihnya.

Mbah Hasyim Asy’ari pun sabar ketika menghadapi ujian berat dalam berdakwah dan berjuang, seperti saat Belanda membakar pondok pesantren yang baru dirintisnya.

UAS juga tabah saat dirinya sempat menghadapi beragam cobaan berupa tuduhan-tuduhan miring tentang sikap keagamaannya.

Sebagian orang melihat UAS terpapar paham radikalisme. Hal itu ketika ia berfatwa tentang adanya jin kafir pada patung Salib Yesus, atau jatuhnya hukum kafir bagi para penggemar musik dan film Korea.

Cobaan berupa tuduhan “miring” tersebut berhasil dilaluinya. UAS kini membuktikan apa dan siapa jati dirinya dengan sebuah disertasi ilmiah, yang mengangkat perjuangan Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari (Muassis Nahdlatul Ulama) dalam menyebarkan sunnah di Indonesia.

Kita semakin terang benderang dalam membaca UAS, terlebih masih terngiang dalam ingatan, sebelum Pilpres 2019 dilangsungkan, UAS sempat berbait thariqah kepada Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan. Lengkap sudah sudut pandang yang bisa kita pakai dalam memahami UAS.

Karenanya, untuk hari-hari yang akan datang, kecurigaan atas UAS harus dikurangi. Tidak perlu lagi main blokir dan tolak.

Memang benar publik sempat dibuat shock dan kecewa, ketika mengetahui ada beberapa fatwa keagamaan UAS yang kesannya menciptakan keretakan hubungan antar umat beragama. Kemudian publik ambil sikap dengan melakukan penolakan terhadap beberapa kegiatan ceramah agama UAS.

Kecurigaan dan ketakutan semacam itu tidak perlu ada lagi. Sudah saatnya semua prestasi dan medan perjuangan kita diniat tulus-ikhlas untuk Allah SWT.

Jika kita tulus dan ikhlas maka pahala akan kembali pada diri kita sendiri. Allah Swt. berfirman, “jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri,” (Qs. Al-Isra’: 7).

Berbuat baik pada orang lain, salah satunya, dapat dilakukan dengan cara menolong orang lain. Rasulullah saw. bersabda, “dan barang siapa (yang bersedia) membantu keperluan saudaranya, maka Allah (akan senantiasa) membantu keperluannya,” (HR. Bukhari, no. 2442; Muslim, no. 6743).

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, di Negara Kesatuan Republik Indonesia, kebutuhan paling mendesar adalah persatuan dan kesatuan, harmoni dan kerukunan, kesejahteraan dan kemandirian, kemerdekaan dan kedaulatan.

Hal-hal mendasar inilah menjadi tanggung jawab para alim ulama, kiyai, ustad, dan seluruh elemen umat muslim untuk saling tolong-menolong, bahu-membahu, dalam mewujudkannya.

Saling memusuhi satu sama lain, karena perbedaan partai politik, ormas keagamaan, atau karena perbedaan keyakinan tafsir atas ajaran-ajaran agama, tidak ada manfaatnya. Berpecah belah, saling memusuhi, dan saling mempersekusi satu sama lain, tidak memberikan keuntungan apa pun. Inilah pesan Mbah Hasyim Asy’ari, seperti dalam Pembukaan Qanun Asasi.

Dalam Mukadimah Qanun Asasi, Mbah Hasyim mengatakan: “sesungguhnya pertemuan dan saling mengenal persatuan dan kekompakan adalah hal yang tak seorang pun tidak mengetahui manfaatnya.”

Kemudian, Mbah Hasyim Asyari mengutip sabda Rasulullah saw., “tangan Allah bersama jamaah. Apabila di antara jamaah itu ada yang memencil diri maka setan pun akan menerkamnya seperti serigala menerkam kambing.” Intinya, Qanun Asasi karya Mbah Hasyim ini mencitakan persatuan dan kerukunan.

Dalam rangka menjaga persatuan dan jamaah ini, UAS diharapkan mampu melanjutkan perjuangan Hadratus Syeikh Hasyim Asyari. Sebab, kita tahu bahwa Kehidupan kita terus bergerak. Negara-negara maju telah mengeksplorasi bumi dan ruang angkasa. Sedangkan kita masih berkutat dan belum tuntas dengan urusan marah-marah.

Pada kesempatan di masa-masa mendatang, semoga ceramah-ceramah UAS membawa kesejukan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, di sebuah negeri yang penduduknya sangat majemuk.

Insya Allah, berkah mengangkat sejarah perjuangan Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari dalam pentas akademik akan berbuah manis. Kami berharap UAS mampu meneladani Mbah Hasyim Asy’ari.

*Penulis Adalah Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *