Tamliha: Kalau Serius Lawan China, Panggil Pulang Dubes Djauhari Oratmangun

Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha. (Foto: Ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha menilai tidak ada keseriusan pemerintah Indonesia dalam merespons pernyataan Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuan yang mengklaim perairan Natuna sebagai bagian wilayah Nansha.

Banyak kalangan menyebut Nansha sebagai wilayah kepulauan Spratly yang disengketakan. Namun ada juga yang mengartikan Nansha sebagai mencakup seluruh zona perairan tradisional China.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Untuk menjawab hal tersebut, Tamliha mendesak agar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memanggil Duta Besar Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun. Tujuannya, untuk memberi penjelasan mengenai yang sebenarnya terjadi di Natuna. Termasuk, mengurai dari sikap resmi pemerintah China.

“Panggil dubes Indonesia untuk dimintai klarifikasi,” tegas politisi senior PPP itu seperti dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/1/2020).

Tamliha yang komisinya membidangi urusan pertahanan dan luar itu mengatakan bahwa sejauh ini Indonesia baru mendapat informasi mengenai aktivitas kapal-kapal China dari Beijing. Tapi belum mendapat penjelasan dari pihak sendiri yang ada di sana.

“Kita punya etika internasional dan itu bisa memanggil perwakilan negaranya apa maksudnya pernyataan itu,” jelas Tamliha yang pada periode lalu juga duduk di Komisi I DPR.

Tamliha menambahkan, sikap yang dikeluarkan pemerintah terkesan tidak tegas terhadap kapal nelayan dan juga kapal perang dari Pemerintah Komunis China yang masuk ke wilayah Natuna.

Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi menegaskan pemerintah Indonesia tidak akan pernah mengakui klaim sepihak Republik Rakyat China atas teritorial lautnya yang disebut ‘Nine Dash Line’.

“Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok (China) yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional terutama UNCLOS 1982,” ujar Retno di Gedung Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2020).

Retno berbicara hal tersebut seusai rapat bersama Menkopolhukam Mahfud Md, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menkum HAM Yasonna Laoly, Menhub Budi Karya Sumadi, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengenai Perairan Natuna yang diklaim oleh China. Nine Dash Line atau 9 Garis Putus-putus yang disebut Retno adalah batas teritorial China yang dibikin sejak 1947.

Sementara itu Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar maraknya kapal asing di perairan Natuna, Kepulauan Riau, tidak dibesar-besarkan. Meski begitu, masuknya kapal ikan China ke perairan Natuna dinilai menjadi peringatan bagi Indonesia untuk lebih memperketat pertahanan serta pengawasan.

“Sebenarnya enggak usah dibesar-besarin lah. Soal kehadiran kapal itu (di Natuna), sebenarnya kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif),” ujar Luhut di Jakarta, Jumat (3/1/2020). “Sekarang coast guard-nya sedang diproses biar bisa menjadi coast guard kita sekaligus dengan peralatannya,” lanjut Luhut. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *