China di Natuna, MPR: Pemerintah Jangan Lembek Membiarkan Ada Maling

Bambang Soesatyo (Bamsoet). (Foto: Kompas)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Masuknya kapal penangkap ikan milik China yang masuk ke wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia menjadi perhatian serius Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet). Dia mendesak pemerintah bertindak tegas terhadap terjadinya pelanggaran hukum kapal dari China di perairan Natuna itu.

Bamsoet mengingatkan, pemerintah tak boleh lembek. Walaupun China merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia, namun bukan berarti mereka bisa seenaknya mengganggu kedaulatan Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Kalau kita lembek, negara manapun akan dengan mudah menginjak-injak harga diri kita. Namun, jika kita berani mengambil sikap tegas, siapa pun akan segan dengan Indonesia. Ini rumah kita, jangan biarkan ada maling masuk dan kita hanya tersenyum menikmati dirampok,” tegas Bamsoet kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (4/1/2020).

Apalagi, kata Bamsoet, Kementerian Luar Negeri China sudah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka seakan tak peduli apakah Indonesia menerima atau tidak klaim China sebagai pemilik perairan Natuna.

Bamsoet juga menegaskan, selain melakukan pencurian ikan, tindakan China tersebut juga melukai persahabatan baik yang selama ini sudah dibangun oleh Indonesia-China. ZEE, ujar dia,  punya kekuatan hukum tetap dan mengikat sebagaimana ditetapkan berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut.

“Jadi, klaim sepihak China bahwa perairan Natuna merupakan wilayah mereka, sesungguhnya tak punya dasar apa pun di PBB,” jelas politisi senior Partai Golkar ini.

Karena itu, tambah Bamsoet, pemerintah perlu bertindak tegas, bukan hanya dengan mengirimkan protes diplomatik, melainkan juga melakukan tindakan hukum tegas, seperti misalnya penenggelaman kapal.

Lebih lanjut mantan Ketua DPR RI ini mengatakan bahwa mengingat kerasnya potensi konfrontasi di perairan Natuna, pemerintah dan Komisi I DPR RI segera menyusun anggaran untuk menambah kekuatan armada penjaga (coast guard). Tanpa ditunjang kekuatan dan alutsista yang prima, tak mungkin tentara Indonesia bisa menjaga kedaulatan dengan sempurna.

“Sebagaimana pepatah Romawi kuno, si vis pacem para bellum, jika kau mendambakan perdamaian bersiaplah menghadapi perang. Artinya, kita perlu mempersiapkan kekuatan tempur yang prima agar bisa menghadapi situasi terburuk seperti perang,” ungkap Bamsoet.

Bamsoet kembali mengingatkan jika pemerintah lembek dan tak punya kekuatan maka negara lain dengan mudahnya akan menginjak harga diri bangsa Indonesia. “Namun jika Indonesia kuat, negara lain akan berpikir berjuta kali untuk berhadapan dengan Indonesia,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut persoalan ini tak perlu dibesar-besarkan. “Sebenarnya enggak usah dibesar-besarinlah kalau soal kehadiran kapal (Coast Guard China) itu,” kata Luhut di kantornya, Jumat (3/1/2020).

“Sebenarnya kan kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kita itu. Sekarang memang Coast Guard kita itu, Bakamla, sedang diproses supaya betul-betul menjadi Coast Guard yang besar sekaligus dengan peralatannya,” sambung Luhut.

Luhut meminta semua pihak untuk tidak meributkan masalah pelanggaran kedaulatan oleh China di Natuna. Ia khawatir ribut-ribut mengenai persoalan ini mengganggu hubungan ekonomi dengan China, terutama investasi. “Ya makanya (supaya enggak ganggu investasi), saya bilang untuk apa diributin. Sebenarnya kita juga mesti lihat, kita ini harus membenahi diri kita,” ujar Luhut. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *