Pemerintah Didesak Tarik Dubes dan Tinjau Ulang Proyek dengan China

Pergerakan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai saat patroli udara di Laut Natuna. (Antara Foto).
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Pakar kebijakan luar negeri dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Evan Laksmana, menilai Pemerintah Indonesia perlu menarik duta besarnya dari Beijing dan meninjau ulang seluruh proyek kerja sama dengan China.

Evan menekankan langkah tersebut diambil menyusul sikap China yang tidak mengakui kedaulatan Indonesia atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Perairan Natuna, Kepulauan Riau. “Langkah pemerintah yang selama ini sebatas melayangkan nota protes tidak mempan sebab persoalan tersebut terus berulang,” ujar Evan, Ahad (5/1/2020), seperti dilansir dari BBC.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Evan mengingatkan pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah yang sama dan berharap hasil yang berbeda. “Kalau hari ini Dubes China mau mendengar kita dan bisa membujuk Beijing menarik semua coast guardnya, tapi apakah ada jaminan bulan depan mereka tidak akan kembali?” kata dia mempertanyakan.

Dia menegaskan, dua langkah tersebut perlu dilakukan sampai pemerintah China menarik seluruh kapal patrolinya dari perairan Natuna utara. Dengan begitu, Indonesia punya posisi tawar yang bagus.

Namun demikian, Evan mengatakan ada risiko yang mungkin saja terjadi dalam hubungan ekonomi kedua negara. Meskipun ia meyakini, China akan melunak sebab tak ingin kehilangan salah satu sumber pasarnya di wilayah Asia.

Menurut Evan, kalaupun ada risiko dan China tetap berkeras, ia melihat situasi sekarang tidak terlalu solid. Jadi, China tidak mau berisiko merusak hubungan dengan Indonesia di saat situasi domestik mereka sedang tidak bagus.

“Tapi kalau kita berani ambil sedikit risiko itu, saya rasa China akan lebih rela mundur dibanding merusak hubungan dengan Indonesia dan Asia Tenggara,” ujar Evan. “Jadi ini semua tergantung niat pemerintah Jokowi untuk ambil risiko dan ini yang kita belum lihat selama ini,” lanjut dia.

Menjawab usulan penarikan duta besar Indonesia dari China, pelaksana tugas juru bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah, mengatakan hal itu akan menjadi opsi terakhir.

“Pengelolaan hubungan antarnegara dilakukan secara terukur. Dalam mengelola hubungan tersebut, termasuk pada saat muncul satu permasalahan, ditempuh berbagai pilihan kebijakan dan penarikan dubes lazimnya merupakan opsi terakhir,” ujar Faizasyah.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu, menilai persoalan dengan China bisa diakhiri dengan mempercepat penyelesaian rancangan Code of Conduct yang disusun negara-negara ASEAN.

Code of Conduct itu berisi pengaturan bersama bagaimana berperilaku di kawasan yang ada pulau-pulau yang disengketakan. Seandainya China setuju, mungkin akan mencegah suatu tindakan sepihak yang merugikan kepentingan negara lain,” ujar Aleksius Jemadu, Senin (6/1/2020), seperti dilansir dari BBC. “Itu salah satu harapan yang bisa kita pegang,” sambung dia.

Aleksius menambahkan, di sisi lain pemerintah Indonesia harus membenahi komunikasi internalnya agar tidak dianggap ambigu. Sebab, pernyataan Menteri Kemaritiman dan Investasi, Luhut Panjaitan, memberi kesan Indonesia tidak tegas.

“Para pemimpin ini harus bertemu bagaimana menyikapi ini dan mempertimbangkan pilihan yang ada. Presiden Jokowi harus secepatnya mengambil inisiatif berbicara dengan Xi Jinping. Buka peluang itu untuk meniadakan konflik,” tegasnya.

Sementara itu Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah tidak lembek dalam menegakkan kedaulatan di Laut Natuna Utara meski China merupakan investor besar di Indonesia. Ketua PBNU Said Aqil Siroj mengatakan keutuhan dan kesatuan NKRI di darat, laut, dan udara tidak bisa ditukar dengan kepentingan apapun.

“Meskipun China merupakan investor terbesar ketiga di Indonesia, Nahdlatul Ulama meminta pemerintah RI tidak lembek dan tidak menegosiasikan perihal kedaulatan teritorial dengan kepentingan ekonomi,”  kata Said di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Kepala Pusat Penerangan TNI (Kapuspen TNI) Mayjen Sisriadi menyatakan China memprovokasi Indonesia dengan masuknya kapal Coast Guard China ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, Natuna. Sisriadi menegaskan TNI tidak akan terjebak oleh upaya provokasi yang dilakukan China.

“Kita tidak ingin terprovokasi. Mereka melakukan provokasi supaya kita melanggar hukum laut internasional itu sendiri, sehingga kalau itu terjadi justru kita yang bisa disalahkan secara internasional dan justru kita yang rugi,” ujar Sisriadi di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (6/1/2019).

Sisriadi mengatakan operasi pengamanan di laut Natuna oleh TNI akan dilakukan sesuai prosedur yang sudah disepakati hukum internasional. Dia menyebut Indonesia akan mematuhi aturan tersebut. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *