Mahfud MD Anggap Biasa Keliru dalam Menyusun RUU

Menko Polhukam Mahfud MD. (Foto Kompas)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id –  Menko Polhukam Mahfud MD menganggap salah ketik di Pasal 170 RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah ke DPR sebagai hal yang biasa dalam menyusun RUU sehingga masyarakat tidak usah mempermasalahkan.

“Ya gate-nya di perekonomian itu, cuma satu terakhir ada perbaikan ada keliru itu. Itu saja. Kan itu tidak apa-apa sudah biasa, kekeliruan itu,” kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pasal yang salah ketik itu, ujar Mahfud, bisa diperbaiki bersama dalam pembahasan di DPR dan masyarakat terus mengawasi proses pembahasan RUU Cipta Kerja yang disusun dengan metode omnibus law ini.

“Itu sebabnya rakyat diberikan kesempatan untuk memantau DPR dan memantau naskahnya. Oleh karena rakyat diberi kesempatan maka rakyat bisa tahu dan seperti anda tahu diberi kesempatan untuk tahu dan memperbaiki,” papar dia.

Menurut Mahfud untuk memperbaiki kesalahan ketik itu, pemerintah tidak perlu bersurat kepada DPR. Dia juga menegaskan kesalahan redaksional itu mudah diperbaiki dan tidak perlu dibesar-besarkan.

“Nggak usah, langsung dibahas saja (di DPR). Kenapa harus keterangan resmi? Jadi tidak ada PP bisa mengubah UU, dan itu kalau terketik keliru, bisa diperbaiki dalam proses di DPR, rakyat bisa mengusulkannya. Namanya RUU demokratis selama masa pembahasan dan sekarang dimulai proses penilaian,” urai Mahfud.

Ia menjelaskan persoalan salah ketik hanya terjadi pada Pasal 170 yang menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah bisa mengubah ketetapan undang-undang (UU).

Pasal 170 ayat 1 dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja berbunyi dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini”.

Kemudian, ayat (2) berbunyi perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

“Kalau yang salah ketik itu hanya satu kan. Kalau yang dianggap bermasalah itu soal beda. Pendapat, soal aspirasi itu dibahas di DPR nanti,” katanya.

Di luar kesalahan ketik, beberapa poin pada RUU Cipta Kerja juga mendapatkan penolakan, terutama dari buruh, mulai soal skema pengupahan yang menjadikan upah minimum provinsi (UMP) sebagai satu-satunya acuan besaran gaji.

Kemudian, berkurangnya pesangon akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), penghapusan cuti khusus hingga soal pengaturan tenaga kontrak.

“Yang lain itu bukan karena salah, tapi karena orang beda pendapat. Kalau beda pendapat diperdebatkan di DPR,” timpal Mahfud.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengakui ada kesalahan ketik dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

“Ya, tidak bisa dong PP melawan UU, peraturan perundang-undangan itu, saya akan cek, nanti di DPR akan diperbaiki mereka bawa DIM (daftar isian masalah) untuk itu, gampang itu, teknis,” kata Yasonna di lingkungan Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Senin (17/2/2020). (rah/ berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *