Sandiaga: KPK Perlu Jelaskan per Kasus 36 Penyelidikan yang Dihentikan

Sandiaga Uno. (Foto: Detik)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Penghentian penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menuai pertentangan dari berbagai kalangan. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno meminta KPK menjelaskan ke publik soal alasan keputusan menghentikan penyelidikan perkara sebanyak itu.

Sandiaga memandang perlu adanya penjelasan kasus per kasus untuk 36 penyelidikan yang dihentikan, sehingga masyarakat bisa memahami dan mengerti kenapa keputusan tersebut diambil oleh KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Di UU yang baru memang diperkenankan. Tapi perlu diberikan satu pengertian pada publik mengapa dihentikan dan mengapa tidak diteruskan,” ujar Sandiaga di Rumah Siap Kerja, Jakarta, Sabtu (22/2/2020).

Sandiaga menegaskan masyarakat tentu berharap terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, termasuk di BUMN dan BUMD.

Menurut Sandiaga pemerintah dan aparat penegak hukum mesti menguatkan upaya pemberantasan korupsi. “Jangan 36 kasus yang dihentikan ini malah mengirimkan sinyal bahwa pemerintah dan seluruh aparat, termasuk KPK, mengendorkan pemberantasan korupsi,” tegas dia.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto sebelumnya mempertanyakan langkah KPK menghentikan 36 perkara dugaan korupsi di tingkat penyelidikan karena memunculkan pertanyaan apa yang sedang terjadi di institusi tersebut.

“KPK sebagai garda terdepan menghadirkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi serta memerangi korupsi, keputusan KPK yg menghentikan penyelidikan atas 36 kasus dugaan korupsi ini cukup mengagetkan dan melahirkan tanda tanya besar, ada apa dengan KPK,” ujar Didik di Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Didik menyatakan langkah KPK itu juga menimbulkan pertanyaan publik seperti apakah ada kesalahan fundamental dalam memberantas korupsi selama ini sehingga harus dihentikan dan apakah ada indikasi tebang pilih dengan basis selera dan target, sehingga tidak bisa dilanjutkan.

Kinerja Firli Bahuri sebagai Ketua KPK mendapat kritrik keras dari mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW). Dia menyesalkan langkah lembaga antirasuah itu menghentikan 36 perkara korupsi dalam tahap penyelidikan.

Bambang menilai, penghentian perkara bukan prestasi dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi. Ia mengklaim, istilah penghentian penyelidikan nyaris tidak pernah digunakan oleh Pimpinan KPK periode sebelumnya.

“Di dalam banyak persentasi atau laporan dulu istilah penghentian penyidikan tidak pernah dipakai. Karena itu bukan prestasi yang perlu dibanggakan,” kata BW dalam keterangannya, Jumat (21/2/2020).

Dia juga menjelaskan, istilah penghentian penyelidikan tidak pernah dikenal di dalam hukum acara pidana, jika merujuk pada KUHAP. Bahkan, istilah penghentian penyelidikan juga tidak ada dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 maupun UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad juga mengkritik langkah lima pimpinan KPK era Firli Bahuri yang menghentikan penyelidikan 36 kasus. Ia menilai jumlah kasus yang dihentikan dalam tempo relatif singkat itu tak wajar. “Saya pikir ini sesuatu yang di luar kewajaran di KPK selama ini,” kata Samad saat dihubungi, Kamis (20/2/2020).

Samad menegaskan, penghentian penyelidikan kasus harus dikaji secara matang bersama penyelidik dan penyidik. Pengkajian itu, kata dia, harus dilakukan agar mendapat gambaran yang obyektif untuk semua kasus.

“Tidak boleh pimpinan seenaknya menghentikan kasus di tingkat penyelidikan yang sedang ditangani oleh teman penyelidik,” ujar Samad.

Sementara itu Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan penghentian penyelidikan 36 kasus pada 2020 oleh KPK. Kasus-kasus tersebut diduga melibatkan aktor penting, seperti kepala daerah hingga aparat penegak hukum.

“Jangan sampai Pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara,” kata Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Terlebih, menurut Wana, Ketua KPK Firli Bahuri adalah polisi aktif. Maka dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan. “Terutama kasus yang diduga melibatkan unsur penegak hukum,” tegasnya. (rah/ berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *