Data Masih Buruk, KPK: Jangan Harap Bansos Bisa Berhasil

Foto: CNN Indonesia
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id-Pendistribusian warga penerima bantuan sosial (bansos) yang terdampak pandemi virus corona (covid-19) menuai sejumlah persoalan. Mulai dari pendataan hingga distribusi yang tak tepat sasaran.

Dalam persoalan pendataan, pemerintah pusat dikritik karena tak punya basis data yang terintegrasi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dari hasil pengamatan sejauh ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai data yang dimiliki pemerintah untuk menyalurkan bansos buruk.

Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang digunakan untuk menyalurkan bansos masih banyak kesalahan. Sehingga belum cukup ampuh menggambarkan siapa saja yang layak mendapatkan bansos.

Namun, kata Pahala, bukan berarti DTKS ditinggalkan begitu saja. Ia meminta pemberian bansos sementara tetap merujuk DTKS.

“Dari COVID-19 ini perlahan muncul beberapa masalah, pertama seperti buruknya data bansos. Kita bilang kalau Anda merujuk pada DTKS pertama pasti tidak akan salah. DTKS itu jelek-jelek gitu masih dipakai kok. Jadi jelek-jelek gitu kita tetap pakai apalagi di situasi seperti ini. DTKS memang ngawurnya masih banyak, tapi ya sementara rujuk dulu,” ujar Pahala dalam diskusi streaming ‘Cegah Korupsi di Tengah Pandemi’ pada Sabtu (9/5).

Pahala meminta DTKS terus diperbaharui dengan kondisi masyarakat saat ini. Ia meminta pemda turun ke lapangan untuk mengecek kondisi masyarakat yang sebenarnya layak mendapat bansos namun belum masuk DTKS. Begitu pula mendata masyarakat yang masuk DTKS namun sebenarnya tidak layak menerima bansos.

Pahala mengatakan, verifikasi ke lapangan untuk memastikan pemberian bansos tepat sasaran. Lebih lanjut, Pahala menyatakan KPK juga menugaskan tim khusus yang bertugas untuk mengawasi penyaluran bansos.

Menurutnya, KPK hadir untuk memastikan bansos diterima mereka yang membutuhkan. “Oleh karena itu di tengah pandemi ini tim gabungan pencegahan dan penindakan ini rutin membantu tiap pemda agar dapat lakukan hal yang tepat sasaran,” tutup Pahala.

Kritikan juga disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Gubernur yang akrab disapa RK itu menyampaikan sejumlah hal yang ditujukan kepada pemerintah pusat mengenai bantuan sosial (bansos) kepada warganya yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19).

Dia merasa ada yang perlu dibenahi agar penyaluran bansos berjalan optimal di daerah, termasuk Jawa Barat.

Kang Emil juga mengatakan sejauh ini ada tiga lembaga yang memiliki data penerima bansos. Akibatnya, kata Emil, data tersebut tidak sinkron satu sama lain.

“BPS (Badan Pusat Statistik) punya survei sendiri, Kemensos punya survei sendiri, Kementerian Desa juga punya survei sendiri,” kata Emil. “Itu jadi salah satu masalah di Indonesia, ketidaksinkronan data pusat dan daerah,” tambah Emil.

Jenis bantuan yang beragam juga dinilai berpotensi menimbulkan kekacauan dalam penyaluran bansos di masyarakat. Emil menyebut ada sembilan jenis bantuan yang dibagikan di antaranya bansos presiden, bansos provinsi, bansos kabupaten/kota, hingga dana desa.

Diketahui, ada sembilan jenis bantuan yang diberikan kepada warga Jabar, yakni bantuan untuk korban PHK, Kartu Sembako, Bansos Presiden Bodebek, Kartu Prakerja, Dana Desa, Bansos Tunai, Bansos Provinsi, Bansos Kabupaten/Kota dan Bantuan Makan atau Nasi Bungkus.

Menurut Emil, masyarakat akan bingung karena bantuan tidak datang secara bersamaan. Sementara pihak yang akan menjadi bulan-bulanan warga yang kecewa adalah Pemprov Jabar.

“Mereka (masyarakat) mengira bantuan itu satu pintu, padahal tanggung jawab kita cuma satu (Bantuan Pemprov Jabar), kepala desa protes ke kami, masalah ketidakadilan ini dampak dari tidak akuratnya data,” kata Emil. (wh)

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *