IDI Minta Tidak Ada Kelonggaran PSBB Sebelum Kurva Menurun

Kelonggaran PSBB (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id,- Ikatan Dokter IndonesiaIDI menilai pemerintah seharusnya tidak terburu-buru melakukan kebijakan relaksasi atau kelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebelum jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) mengalami stagnasi atau pelandaian kurva kasus.

“Kasus ODP dan PDP belum semuanya diperiksa, ini yang kemudian kita ingin strateginya dihabiskan ODP dan PDP semuanya harus terkonfirmasi [status terkait Covid-19], kemudian di-tracing, sebelum relaksasi PSBB,” kata Sekretaris Jenderal IDI Adib Khumaidi (CNNIndonesia.com, Kamis (14/5).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Angka PDP di Indonesia per Rabu (13/5) sebanyak 33.042 orang, sedangkan ODP sebanyak 256.299 orang. Adib berharap pemerintah dapat segera melakukan pemeriksaan masif untuk memastikan kondisi ratusan ribu orang terkait Covid-19.

Kemarin, angka kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai lonjakan kasus tertinggi yakni penambahan sebanyak 689 kasus positif. Lonjakan tertinggi sejak  Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama dan kedua pada 2 Maret 2020 lalu.

Adib juga menyoroti salah satu bentuk kelonggaran PSBB seperti kelompok usia di bawah 45 tahun yang kemudian diperbolehkan kembali beraktivitas kerja. Menurutnya kelonggaran tersebut seharusnya didasari kajian epidemiologis dan secara klinis untuk menentukan apakah regulasi yang diambil terkait virus corona sudah sesuai.

“Apalagi kemudian umur 45 tahun ke bawah, kita tahu bahwa konfirmasi positif paling banyak 45 ke bawah. Memang kesembuhan tinggi dan kematian rendah, namun potensi sumber penularan carrier juga tinggi, itu yang perlu diantisipasi juga,” kata Adib.

Lebih lanjut, Adib menyatakan pemerintah harus berani membuka data secara keseluruhan baik dari penanganan pasien hingga angka total kasus, dari yang dirawat hingga sembuh untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kasus Covid-19 sehingga baru bisa disepakati untuk dilakukan relaksasi PSBB.

Menurut Adib, data yang dibuka pemerintah harus secara transparan agar penelusuran kontak bisa dilakukan. Kemudian mengkaji pola pertambahan pasien baik dari pasien yang dirawat, diisolasi mandiri dan rumah sakit, sehingga seluruh pihak dapat membaca kurva perkembangan Covid-19 secara menyeluruh.

Pasalnya Adib menilai jika kajian tidak dilakukan secara tepat, ia khawatir relaksasi PSBB akan menimbulkan semi kebebasan warga sehingga pada akhirnya akan membuat tenaga kesehatan kewalahan menangani serbuan pasien.

“Sebelum melangkah ke situ [relaksasi PSBB] harus ada roadmap, kalau ini tidak dilakukan, maka beban ada di benteng terakhir, yaitu tenaga kesehatan karena potensi lonjakan kalau tidak dikaji lebih komprehensif,” jelasnya. (dbs/cnn)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *