Tagih Utang ke Pemerintah, Jurus BUMN Atasi Tekanan Bisnis

Menteri BUMN Erick Thohir. (Foto Detik)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkap utang pemerintah kepada lima perusahaan BUMN mencapai Rp 108,48 triliun. Utang sebesar itu ke perusahaan pelat merah merupakan tunggakan sejak 2017 lalu.

“Utang ini sejak 2017, jadi itu sudah cukup lama. Pemerintah rencananya akan membayar tunggakan utang senilai Rp 108,48 triliun,” kata Erick di Jakarta, Selasa (9/6/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Adapun rinciannya, utang pemerintah kepada lima BUMN itu meliputi, ke PT PLN (Persero) sebesar Rp 48,46 triliun, disusul oleh PT Pertamina (Persero) senilai Rp 40 triliun.

Berikutnya secara berturut-turut, BUMN karya senilai Rp 12,16 triliun, PT Pupuk Indonesia (Persero) senilai Rp 6 triliun, PT Kimia Farma (Persero) Tbk senilai Rp 1 triliun, Perum Bulog senilai Rp 560 miliar, dan KAI senilai Rp 300 miliar. Jumlah pembayaran utang itu, mewakili 75 persen dari total utang pemerintah kepada BUMN.

Erick menjelaskan utang-utang tersebut berasal dari penugasan atau public service obligation (PSO) bagi BUMN tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah wajib membayar kepada mereka lantaran dana itu merupakan hak perseroan.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan pemerintah sudah menyiapkan dana Rp 152,15 triliun tahun ini untuk BUMN. Dari angka itu sebesar Rp 108,48 triliun untuk membayar utang pemerintah ke BUMN.

Menurut Arya, kondisi ekonomi yang sedang merosot karena pandemi Corona membuat bisnis BUMN ikut tertekan. Akhirnya menagih utang menjadi jalan yang ditempuh.

“Ketika kondisi iklim bisnis tidak baik kan sangat biasa perusahaan mengejar piutang mereka. BUMN-BUMN karena punya piutang ke pemerintah maka mereka mengejar itu supaya mempertahankan cashflow dan sebagainya. Itu yang mereka kejar itu Rp 108 triliun,” tuturnya di Jakarta, Selasa (9/6/2020).

Arya lantas menjawab tudingan-tudingan tentang anggaran piutang tersebut. Menurut dia, sudah sewajarnya BUMN menagih utang ketika bisnisnya juga sedang turun. “Kalau ditanya wajar dibayar? Ya kalau Anda punya utang ya wajar bayar utang, itu hal yang nggak perlu dipertanyakan. Kalau punya piutang wajar dia tagih orang yang dihutangi,” ujar Arya.

Sementara itu peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menyoroti skema pembayaran kompensasi sebesar Rp 45 triliun kepada PT Pertamina yang dibebankan dalam anggaran APBN 2020 namun hanya dibayarkan sebesar 50 persen tahun ini.

“Terkesan memang stimulus kepada BUMN besar padahal realitasnya itu akan tetap dicicil tapi kenapa ditulis Rp 45 triliun,” katanya di Jakarta, Rabu (10/6/2020).

Menurut dia, jika skema pembayaran kompensasi kepada Pertamina untuk tahun ini hanya 50 persen dari total Rp 45 triliun, maka seharunya alokasi dalam APBN 2020 sesuai Perpres 54 tahun 2020 juga separuhnya yakni Rp 22,5 triliun. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *