HAJINEWS.ID,- Banyak orang rajin mengaji tapi tak membuat ilmunya berkah. Ia tetap saja suka marah, mengumpat dan menyebar gosip. Demikian juga banyak orang bergelar guru besar, doktor, rajin menjadi pembicara dimana-mana tetapi terhadap tetangga saja tidak akur, bahkan dengan ilmunya suka menyalahkan agama dan membuat kisruh di masyarakat.
Boleh jadi semua itu akibat cara mencari ilmunya, cara mengajinya tidak beradab sehingga ilmunya tak mebawa berkah bagi kehidupannya. Akibatnya ilmu hanya sebatas di otak tapi tidak sampai di hati dan tidak menjadi perbuatan amal.
Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu
1. Niat menuntut ilmu yang tidak ikhlas
Menuntut ilmu harus ikhlas, bukan untuk sombong dan mendapatkan pujian manusia. Seseorang akan mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالنية و إنما لكل امرء ما نوى
“Sesungguhnya amal itu sesuai dengan niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.“
Hendaknya kita perbaiki niatkan dan selalu intropeksi diri baik di awal maupun di tengah-tengah amal kita karena hati dan niat manusia bisa dengan mudah berbolak-balik.
Sufyan Ats-Tsauri berkata,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي
“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat yaitu meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.”
2. Menuntut ilmu hanya sebagai wawasan
Artinya kita tidak pernah berniat menuntut ilmu untuk kita amalkan. Segera kita perbaiki niat kita agar menuntut ilmu untuk mengamalkannya.
Abu Qilabah berkata kepada Ayyub As Sakhtiyani,
إذَا حَدَثَ لَك عِلْمٌ فَأَحْدِثْ فِيهِ عِبَادَةً وَلَا يَكُنْ هَمُّكَ أَنْ تُحَدِّثَ بِهِ النَّاسَ
“Apabila kamu mendapat ilmu, maka munculkanlah keinginan ibadah padanya. Jangan sampai keinginanmu hanya untuk menyampaikan kepada manusia.”
3. Kurang adab dalam menuntut ilmu
Jika cara meminta dan menuntut ilmu saja sudah salah cara dan adabnya, bagaimana bisa kita dapatkan keberkahan ilmu tersebut? Ibarat seseorang akan minta uang atau pinjam sesuatu pada orang lain, akan tetapi dengan cara yang kasar dan membentak serta adab yang jelek, apakah akan diberi?
Maaf, berikut contoh praktik menuntut ilmu dengan adab yang kurang baik:
-Terlambat datang dan tidak minta izin dahulu, tetapi kalau gurunya terlambat langsung ditelpon atau SMS: “ustadz kajiannya jadi tidak?”
-Kalau tidak datang, tidak izin dahulu (untuk kajian yang khusus) dan kajian datang semaunya
-Duduk selalu paling belakang dan sambil menyandar (tanpa udzur)
-ketika kajian terlalu banyak memainkan HP dan gadget tanpa ada keperluan
-Terlalu banyak bercanda atau ribut dalam majelis Ilmu
-Terlalu Fokus ke Ilmu saja tanpa memperhatikan adab, niatnya hanya ingin memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat serta lupa memperhatikan dan mencontoh adab dan akhlak gurunya.
Contoh adab dalam menuntut ilmu adalah tenang dan fokus ketika di majelis ilmu. Ahmad bin Sinan menjelaskan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
ﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻣﻬﺪﻱ ﻻ يتحدث في ﻣﺠﻠﺴﻪ، ﻭﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﺒﺮﻯ ﻓﻴﻪ ﻗﻠﻢ، ﻭﻻ ﻳﺘﺒﺴﻢ ﺃﺣﺪ
“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.”
4. Sangat jarang atau tidak pernah menghadiri majelis ilmu
Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi kita. Tidak bijak jika secara total kita hanya mengandalkan belajar lewat sosial media yang ilmu tersebut datang kepada kita dengan sendirinya. Ulama dahulu menjelaskan,
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺆﺗﻰ ﻭ ﻻ ﻳﺄﺗﻲ
“Ilmu (agama) itu didatangi bukan ilmu yang mendatangi”
- Tidak menuntut ilmu secara bertahap dan tidak istiqamah
Yaitu menuntut ilmu agama tidak teratur dan tidak berurutan sesuai arahan guru. Perhatikan nasihat Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berikut:
ﺃﻻ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ ﻧﺘﻔﺔ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻓﻦ ﻗﻄﻌﺔ ﺛﻢ ﻳﺘﺮﻙ؛ ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻀﺮ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ، ﻭﻳﻘﻄﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺑﻼ ﻓﺎﺋﺪﺓ، ﻓﻤﺜﻼً ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻳﻘﺮﺃ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺤﻮ : ﻓﻲ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴﺔ ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻣﺘﻦ ﻗﻄﺮ ﺍﻟﻨﺪﻱ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻷﻟﻔﻴﺔ . .. ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ : ﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺯﺍﺩ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻨﻊ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻔﻘﻪ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ، ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ، ﻭﻫﻠﻢ ﺟﺮﺍ ، ﻫﺬﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻻ ﻳﺤﺼﻞُ ﻋﻠﻤﺎً، ﻭﻟﻮ ﺣﺼﻞ ﻋﻠﻤﺎً ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻻ ﺃﺻﻮﻻً
“Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah,
Misalnya:
Sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah. Demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya. Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”
Demikian semoga bermanfaat.
(Sumber: Raehanul Bahraen/Muslim.or.id)