Utang Pemerintah Jadi Bom Waktu, Jangan Mimpi Sejahterakan Rakyat

Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho/Net
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho, menilai pemerintah sedang menyimpan bom waktu bagi bangsa Indonesia hingga 10 tahun ke depan. Pasalnya, rakyat harus menanggung beban akibat melebarnya defisit APBN 2020 penambahan utang.

Penilaian tersebut sampaikan menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa besaran defisit anggaran fiskal tahun ini akan menjadi beban pemerintah selama 10 tahun ke depan. “Jangan bermimpi tentang peningkatan kesejahteraan rakyat. Karena uang pajak rakyat akan dipakai membayar utang,” ujar Hardjuno dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (23/6/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hardjuno mencermati defisit anggaran yang dalam dan koreksi pertumbuhan ekonomi menjadi pemicu meningkatnya porsi utang pemerintah. Peningkatan utang diproyeksi terjadi karena negara membutuhkan tambahan dana untuk membiayai pengeluaran, yang tak sebanding dengan pendapatan.

“Anggaran negara dipakai membayar utang daripada untuk program rakyat, hampir tidak ada program pemerintah yang diperuntukan bagi rakyat lantaran anggaran dipakai membayar utang,” terang Hardjuno.

Karena itu, Hardjuno mengingatkan pemerintah agar tidak selalu mengandalkan utang dari negara lain dalam mengatasi masalah ekonomi. “Jangan lupa, yang membayar warisan utang ini adalah generasi sekarang dan mendatang,” tegas dia.

Pemerintah sebelumnya memperkirakan defisit fiskal tahun ini akan melebar menjadi 6,34 persen atau setara Rp 1.039,2 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, pelebaran defisit APBN tahun ini terjadi karena pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk penanggulangan dampak wabah Corona (Covid-19). Salah satu peruntukannya yaitu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun.

Hardjuno melanjutkan, peningkatan defisit ini disebabkan Menteri Keuangan tak menghitung alokasi anggaran untuk pemulihan ekonomi atau untuk Covid-19 secara akurat. Menurut dia hal yang lebih mengherankan yaitu ada program pemerintah yang justru tidak berkaitan dengan penanganan Covid-19 atau pemulihan ekonomi tapi diikutsertakan dalam program pemulihan ekonomi.

Contohnya, dana talangan buat BUMN seperti Garuda dan BUMN lainnya. Padahal, keuangan BUMN sudah buruk sebelum ada Corona. “Makanya, jangan heran kalau defisit APBN membengkak. Dan saya kira, Menkeu Sri Mulyani harus tanggung jawab sebagai bendahara negara,” tegas Hardjuno.

Pada Senin (22/6/2020), Menkeu Sri Mulyani menyebutkan upaya pemerintah untuk menangani dampak dan wabah Corona melalui program stimulus ekonomi yang mencapai Rp 695,2 triliun setara dengan 4,2 persen dari PDB. “Indonesia kalau diukur dari paket revisi Perpres 54/2020 yang kami sampaikan dengan defisit di 6,4 persen, maka kita memberikan stimulus 4,2 persen dari GDP,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin.

Total anggaran penanganan Covid-19 Rp 695,2 triliun terdiri dari kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, UMKM Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun, serta sektoral K/L dan Pemda Rp 106,11 triliun.

Sri Mulyani menyatakan stimulus dikeluarkan oleh pemerintah bertujuan agar perekonomian yang sudah melemah tidak jatuh lebih dalam, sehingga dilakukan melalui kebijakan baik dari sisi moneter maupun fiskal. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *