Menyehatkan Hubungan Pasutri

pasutri
Foto : unsplash
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Menyehatkan Hubungan Pasutri

Oleh: Kholda Najiyah, Founder Komunitas Istri Strong (KIS) dan Bengkel Istri

Problem suami-istri seperti tak habis untuk dikupas. Banyak persoalan baik yang terlihat di permukaan, maupun yang terpendam dalam jiwa. Lahirlah pola hubungan yang tidak sehat antara suami-istri. Secara fisik suami-istri baik-baik saja, tapi secara mental sebenarnya sakit. Rumah terasa sepi seperti kuburan, atau sebaliknya terus menerus diwarnai pertengkaran.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Akar masalahnya karena belum menyatunya dua pasangan suami-istri sebagai sahabat sejati. Nah, lebih rinci, berikut ini ciri-ciri hubungan suami-istri yang sudah tidak sehat dan tawaran solusinya secara mendasar:

1. Komunikasi Tersumbat

Baik suami maupun istri sama-sama tidak ada keterbukaan. Masing-masing menyimpan unek-unek yang tidak diutarakan. Dipendam sendiri, dikubur dalam-dalam. Padahal unek-unek itu sejatinya sangat mengganggu pola pikir. Misalnya, membuat su’uzan, curiga, cemburu dan pikiran negatif terus menerus pada pasangan.

Solusi: perbanyak obrolan setiap hari. Apa saja, bicarakan. Apalagi jika ada masalah yang dipendam. Bicaralah dari hati ke hati. Sampaikan secara terbuka. Bisa secara lisan, langsung berdua bicarakan. Bisa juga melalui bahasa tulisan.

Obrolan ini untuk mencari solusi, bukan saling menjatuhkan atau menjauhkan. Jadi, cukup dengarkan apa pun ungkapan pasangan, tanpa bantahan atau pembelaan diri. Cukup saling pengertian berdua, demi tidak ada lagi konflik tersebab sumbatan komunikasi.

2. Hilangnya Saling Ketergantungan

Kadang, masing-masing pasangan terlalu mandiri dan melakukan apapun tugasnya secara sendirian. Suami sibuk dengan urusannya sendiri tanpa mau melibatkan istri. Terutama urusan pekerjaan kantor. Tak sedikitpun pernah mengajak istri bicara apapun tentang pekerjaannya.

Sementara istri, terkadang juga terlalu memaksakan diri melakukan segala hal sendirian. Alasannya kadang baik, tidak mau merepotkan pasangan. Atau, sudah minta tolong suami, tapi tak juga dikerjakan.

Kondisi ini lama-lama menyimpan bahaya pertikaian. Pasangan masing-masing merasa paling lelah, karena tidak pernah membantu satu-sama lain. Akibatnya, tidak ada saling empati. Tidak ada saling ketergantungan, padahal hubungan pernikahan adalah saling bekerjasama. Untuk apa menikah jika hidup seperti masing-masing.

Solusinya: Mulailah melibatkan pasangan dalam hal-hal tertentu, agar pasangan merasa dibutuhkan, disayangi dan dicintai. Sesekali, suami bercerita tentang situasi di kantornya. Beban kerjanya. Target-target dan impiannya. Istri akan merasa sangat senang dan merasa dicintai. Sebaliknya istri, jangan segan bermanja meminta tolong suami agar kepemimpinnya merasa diakui.

3. Rasa Nyaman Berganti Kecemasan

Ketika satu sama lain sudah kehilangan rasa nyaman, malah berganti kecemasan dan terancam, berarti hubungan sudah tidak sehat. Ada istri yang cemas saat suami ada di rumah, karena karakternya yang temperamen, otoriter dan bahkan melakukan kekerasan fisik dan verbal. Istri merasa takut dan serba salah.

Ada pula suami yang tidak betah di rumah, karena mendapati istrinya yang terus menerus mengeluh, menyalahkan, membantah dan menyudutkannya. Ada suami yang lebih nyaman pergi dengan teman-temannya, dibanding istrinya.

Ada istri yang lebih suka curhat urusan rumahtangga dengan temannya, bukan malah ke suaminya. Hubungan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Jika tidak diatasi, mudah masuk orang ketiga yang bisa merusak hubungan. Orang ketiga itu bisa pihak mertua, teman, sahabat dan sebagainya.

Solusi: jalinlah kedekatan satu sama lain. Hilangkan rasa cemas, takut dan menggantinya dengan persahabatan yang akrab. Suami, haruslah menjadi sahabat terdekat istri, demikian pula sebaliknya. Ciptakan rasa nyaman berdua, karena yang paling paham urusan pasutri adalah berdua, bukan pihak lain. Bersikaplah lembut dan penuh empati pada pasangan.

4. Pertengkaran hingga Kekerasan Dalam Rumahtangga

Suami-istri yang terus menerus bertengkar, bahkan mulai terjadi kekerasan dalam rumahtangga, sangat tidak sehat. Jangan biarkan ini terjadi. Segera cari akar masalahnya.

Solusi: masing-masing harus tampil terdepan sebagai pihak yang mengalah. Ungkapkan kata maaf, katakan dengan rendah hati bahwa kitalah yang salah. Niscaya kemarahan akan melumer. Tidak ada rumus terbaik untuk meredam perselisihan dengan pasangan kecuali seni mengalah. Jika ada satu pihak yang mengalah, percayalah, pihak lain akan dengan mudah ikut mengalah.

Selain itu, jauhkan hal-hal yang bisa memicu kemarahan. Misal, jika suami tidak suka rumah berantakan, sebisa mungkin istri merapikan rumah. Jika saat suami tiba belum sempat, ungkapkan dengan lembut alasannya.

5. Lunturnya Kemesraan

Dalam perjalanan waktu, kadang suami-istri mengalami kejenuhan dan kebosanan. Hingga hubungan kian garing, tanpa getar-getar kemesraan. Merasa tak penting untuk menyegarkan lagi pernikahan dengan hal-hal kecil yang membangun keintiman. Seperti mengucapkan ‘aku sayang padamu’, memberi hadiah, dsb. Apalagi keluarga pengemban dakwah, merasa tak penting melakukan hal-hal kecil yang menyenangkan pasangan, dengan alasan fokus pada persoalan besar umat.

Solusi: mulailah melakukan hal-hal kecil yang bisa mengasah kemesraan. Jangan merasa terlalu tua, malu sama anak-anak atau terkesan norak. Tidak. Semua adalah demi mengembalikan kasih sayang. Mari kita coba.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *