Merendahkan (Ekonomi) Negara Lain, Bukan Watak Bangsa Indonesia

Merendahkan (Ekonomi) Negara Lain
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Merendahkan (Ekonomi) Negara Lain, Bukan Watak Bangsa Indonesia

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Pertumbuhan (ekonomi) Indonesia periode 2015-2019 hanya rata-rata 5,03 persen per tahun. Lebih rendah dari dua periode lima tahunan sebelumnya yang masing-masing 5,64 persen per tahun (2005-2009) dan 5,80 persen per tahun (2010-2014).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pertumbuhan rata-rata 5,03 persen ini di bawah target atau janji pemerintah yang dipatok 7 persen per tahun. Seharusnya pemerintah menjelaskan kenapa janji tersebut tidak bisa dipenuhi. Lebih baik lagi kalau disertai minta maaf. Rakyat akan menghargai sikap seperti itu. Sikap Ksatria.

Penjelasan mengapa target tidak tercapai sangat penting. Karena penjelasan ini mencerminkan pemerintah mengerti permasalahan sebenarnya. Mengerti situasi objektif ekonomi yang terjadi sehingga dapat mewujudkan janjinya di kemudian hari.

Pemerintah memang mencoba menjelaskan alasannya. Katanya, penurunan ekonomi tahun-tahun terakhir ini akibat perang dagang AS dan China. Alasan ini sulit diterima. Karena ekonomi Vietnam dan Philipina ternyata malah naik pada periode 2015-2019.

Pertumbuhan Vietnam rata-rata 6,76 persen per tahun (2015-2019). Sedangkan Philipina naik menjadi 6,56 persen per tahun untuk periode yang sama. Jauh lebih tinggi dari pertumbuhan Indonesia yang hanya rata-rata 5,03 persen per tahun. Oleh karena itu, alasan perang dagang global kurang bisa diterima.

Pembenaran juga selalu mewarnai alasan mengapa janji pertumbuhan ekonomi tidak tercapai. Pemerintah dan para pendukungnya sering menyatakan, meskipun pertumbuhan Indonesia melemah tetapi masih salah satu terbaik di kelompok G20, menempati peringkat ketiga. Dan seterusnya.

Membandingkan ekonomi Indonesia dengan negara-negara G20 adalah sebuah kesalahan. Pertama, di kelompok G20, sudah sejak lama pertumbuhan Indonesia selalu di peringkat tinggi. Tahun 2008 dan 2009, pertumbuhan Indonesia di peringkat 3. Tahun 2012 di peringkat 2. Bahkan tahun 1994 hingga 1996 pertumbuhan Indonesia juga sudah di peringkat 3 di kelompok negara-negara yang sekarang masuk G20. Jadi, pertumbuhan ketiga tertinggi di kelompok G20 bukan sebuah prestasi.

Kedua, negara yang masuk kelompok G20 sebagian besar adalah negara maju yang mempunyai pendapatan per kapita sangat tinggi. Ada yang di atas 40 ribu, bahkan 50 ribu, dolar AS. Sedangkan Indonesia hanya sekitar 4.000 dolar AS.

Kondisi ekonomi di kebanyakan negara maju tersebut sudah mendekati full-employment. Sehingga terjadi limitasi tenaga kerja untuk ekspansi. Di samping upah tenaga kerja juga sangat tinggi. Sehingga, perusahaan-perusahaan di negara maju (multi-nasional) terdorong melakukan ekspansi ke negara berkembang yang mempunyai upah buruh lebih murah.

Hal ini menjelaskan mengapa pertumbuhan di negara berkembang lebih tinggi dari negara maju. Dalam hal ini, Vietnam dan Philipina lebih berhasil menarik investasi global dibandingkan Indonesia sehingga pertumbuhannya lebih tinggi.

Yang lebih mengkhawatirkan, banyak pihak, termasuk pejabat, membanggakan pertumbuhan Indonesia yang sedang menurun dengan cara yang kurang pantas, dengan merendahkan ekonomi negara G20 lainnya, dan negara sesama ASEAN.

Kita sering dengar pernyataan: pertumbuhan Indonesia lebih baik dari … (negara tetangga).

Pernyataan seperti ini sangat tidak pantas. Melanggar etika dan sopan santun hubungan internasional. Seolah-olah mereka gagal mengelola ekonominya. Seolah-olah mereka lebih bodoh dari kita.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *