Defisit APBN Melonjak, DPR: Kejar Piutang daripada Tarik Utang

Sri Mulyani (Foto: Instagram @smindrawati)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati segera mengejar tagihan piutang perpajakan untuk menutup kebutuhan belanja di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengalami defisit.

Dolfie menegaskan hal tersebut dianggap lebih baik ketimbang menutup kebutuhan anggaran dengan menerbitkan surat utang. Dolfie meminta hal ini lantaran mengetahui pemerintah memiliki piutang yang belum tertagihkan mencapai Rp94,69 triliun yang tertuang di Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) 2019 dari BPK. Jumlah temuan piutang itu meningkat 16,22 persen dari Rp81,47 triliun pada LKPP 2018.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam LHP LKPP 2019, BPK menilai bahwa sistem pengendalian intern dalam penatausahaan piutang perpajakan pemerintah masih lemah, baik di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. Tercatat, piutang pajak DJP mencapai Rp72,63 triliun dan piutang cukai DJBC sebesar Rp22,06 triliun pada 2019.

Sementara pada tahun ini, pemerintah mengestimasikan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp1.173,7 triliun untuk menutup kebutuhan belanja dan defisit APBN 2020. Per Juli 2020, penerbitan SBN sudah mencapai Rp513,4 triliun atau 43,7 persen dari target. “Piutang ada banyak, jadi kapan itu bisa ditagih atau dibayarkan? Itu bisa tambah penerimaan ketimbang menerbitkan SBN,” kata Dolfie di Jakarta, Rabu (26/8/2020).

Sebelumnnya, Menkeu Sri Mulyani menyebutkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 dari Januari hingga Juli 2020 telah mencapai Rp330,2 triliun atau 2,01 persen persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Sri Mulyani menyatakan defisit tersebut merupakan 31,8 persen terhadap pagu APBN dalam Perpres 72/2020 yang sebesar Rp1.039,2 triliun triliun atau 6,34 persen terhadap PDB. “(Defisit) ini menggambarkan penerimaan mengalami tekanan sedangkan belanja naik akibat COVID-19,” katanya dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Selasa (25/8/2020). (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar