Rasio Utang Pemerintah Sudah Tidak Aman

Ilustrasi (Foto/detikcom)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Kepala Institut Harkat Negeri sekaligus Pengamat APBN, Awalil Rizky, menilai rasio utang pemerintah saat ini sudah tidak aman. Menurutnya, sebelum pandemi Covid-19, klaim pemerintah tentang batas aman berupa rasio utang yang akan dijaga di kisaran 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Kini setelah rasio dilewati, yang dikedepankan mantera ‘masih terkendali dan telah dikelola secara hati-hati’. Angka rasio atas PDB masih tetap disebut, namun dalam konteks besaranya kurang dari 60 persen, yang disebut sebagai batas aman,” ujar Awalil dikutip dari artikelnya yang bertajuk Utang Pemerintah Tidak Aman,  Rabu (16/9/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Awalil, sebenarnya rasio yang dimaksud sebagai batas aman lebih merupakan tafsiran Pemerintah. Pasal 12 ayat 3 dari UU No.17/2003 berbunyi,  ‘dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN’.

Penjelasan ayat ini berbunyi,  ‘defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3 persen dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60 persen dari Produk Domestik Bruto’.

Awalil mengatakan tidak ada pernyataan tegas tentang ukuran batas aman. Artinya, bisa saja dikatakan bahwa rasio itu hanya merupakan batas yang tidak boleh dilanggar dalam mengelola defisit APBN dan berutang untuk membiayainya. Jadi, bukan dipakai sebagai ukuran aman atau tidaknya.

Awalil pribadi berpendapat utang pemerintah dalam kondisi tidak aman saat ini hingga beberapa tahun ke depan. “Amat berisiko bagi kesinambungan fiskal. Pemerintah belum menunjukkan bahwa pengelolaan utangnya dilakukan secara berhati-hati,” tegasnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat kenaikan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar 4,1 persen pada akhir Juli 2020 (yoy) sehingga posisi ULN saat ini mencapai US$409,7 miliar atau sekitar Rp6.077,28 triliun, yang terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) US$201,8 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) US$207,9 miliar.

Walaupun jumlah ULN pada akhir Juli 2020 tumbuh, namun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya cenderung melambat yakni sebesar 5,1 persen (yoy).

“Posisi ULN Pemerintah pada akhir Juli 2020 tercatat sebesar US$199,0 miliar atau tumbuh 2,3 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan Juni 2020 sebesar 2,1 persen (yoy),” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko dalam rilisnya, Selasa (15/9).

“Perkembangan ini disebabkan adanya penarikan sebagian komitmen lembaga multilateral dan penerbitan Samurai Bonds untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, termasuk untuk penanganan pandemi COVID-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” lanjut Onny. (rah/berbagai sumber)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *