Jangan Dungu, PKI itu Kudeta HTI itu Hukum Administrasi

PKI itu kudeta
Mahfud MD
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id,- Setiap jelang akhir September, isu Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan peristiwa G30S/PKI kembali menggeliat mengungkap sisi sejarah kelam yang kembali dimunculkan oleh beberapa kalangan.

Dengan beragam motivasi dan maksud, isu ini terus menggelinding memutar kembali sejarah untuk hadir dengan wajah kekinian, termasuk dihubungkan dengan organisasi lain yang dianggap sama gerakan dan perjuangannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Terbaru Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD ditanya persoalan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Mahfud MD menjelaskan PKI dan HTI terdapat sisi hukum ada perbedaan pembubaran. Ia menilai kasus ini mempunyai dampak berbeda bagi kehidupan para pendukungnya di masyarakat.

“Muncul pertanyaan, kenapa pemerintah membubarkan HTI, orang-orangnya kok masih? PKI kok, orangnya sudah enggak ada?,” kata Mahfud dalam keterangan resmi, Rabu, 30 September 2020, sebagaimana dikutip mantrasukabumi.com dari RRI.

Mahfud mengatakan, dari sisi hukum ada perbedaan pembubaran PKI dan HTI.

“PKI karena hukum pidana, HTI hukum adminsitrasi. PKI itu kudeta, Undang-undang subversi. HTI tidak memberontak secara pidana. Kalau administrasi, bubarkan dulu, baru disidang. Kalau hukum pidana, jangan dihukum dulu, disidang dulu baru dihukum. Kalau perdata, harus kesepakatan. Misalnya orang nikah,” terangnya.

Saat ini, kata Mahfud, Indonesia memang memiliki Undang Undang khusus untuk mengatur Organisasi Masyarakat (Ormas). Aturan ini juga mencakup soal pembubaran ormas yang rinciannya diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu).

Perppu, dikatannya mengatur pembubaran secara administratif, dan bukan secara pidana seperti Undang Undang subversi diterapkan dalam pembubaran PKI.

Mahfud menyatakan, HTI dianggap bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.

“Hizbut Tahrir jelas anti-NKRI. Mereka sebut Pancasila gagal. Demokrasi haram. Yang kemudian berdirinya negara khilafah jadi solusi dan mereka menolak negara kebangsaan,” kata dia.

Tapi, Mahfud juga menyebut saat ini tidak sedikit ormas diduga melakukan aktivitas radikal, sehingga diduga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

“Radikalisme tidak boleh dikembangkan, sudah pasti. Tapi kita belum bisa menindak pidana bila orang melakukannya,” kata Mahfud.

Pemerintah resmi mencabut status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia pada Rabu 19 Juli 2017 melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

Pencabutan itu merujuk dari aturan dalam Perppu Nomor 2 tentang Ormas yang kini sudah sah menjadi Undang Undang Ormas. Dalam Undang Undang Ormas, pemerintah dapat mencabut badan hukum ormas tanpa melalui proses pengadilan.

HTI kemudian menggugat pembubarannya ke PTUN. Merujuk dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) di laman PTUN Jakarta, gugatan HTI bernomor 211/G/2017/PTUN.JKT dan tertanggal 13 Oktober 2017. Dalam gugatannya, HTI meminta SK Nomor AHU-30.A.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan ditunda pelaksanaannya hingga ada kekuatan hukum yang mengikat.

Sedangkan, pembubaran PKI diatur dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.**

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar