Satu Tahun Jokowi, Ekonom: Satu Orang Nanggung Utang Rp 20,5 Juta

Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin. Foto: Dok Instagram
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id – Sejumlah kalangan menyoroti satu tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin yang terbilang berkinerja buruk. Termasuk, Ekonom Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, khususnya pada utang negara yang kian menumpuk dan menjadi warisan generasi akan datang.

Bhima menyebut, berdasarkan International Debt Statistics 2021 dari Bank Dunia, Indonesia tercatat menempati urutan ke-6 tertinggi di antara negara berpendapatan menengah dan rendah dalam Utang Luar Negeri (ULN), yakni USD 402 miliar.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Beban utang luar negeri tersebut jauh lebih besar dibanding negara berpendapatan menengah lain seperti Argentina, Afrika Selatan hingga Thailand. Bahkan, lanjut Bhima, bisa berpotensi semakin membesar di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini.

“Pemerintah terus menambah utang dalam bentuk penerbitan utang valas di tengah pandemi Covid-19. Padahal kondisi ini rentan membengkak jika ada guncangan dari kurs Rupiah,” ujar Bhima, Senin (19/20/2020).

Pada 2020, pemerintah juga telah menerbitkan Global Bond sebesar USD 4,3 miliar dan jatuh tempo pada 2050 atau tenor 30,5 tahun. Dengan demikian, kata Bhima, pemerintah tengah mewarisi utang pada generasi ke depan.

“Setiap satu orang penduduk di era pemerintahan Jokowi-Maa’ruf Amin tercatat menanggung utang Rp 20,5 juta. Itu diambil dari perhitungan utang pemerintah Rp 5.594,9 triliun per Agustus 2020 dibagi 272 juta penduduk,” kata Bhima.

Utang pemerintah Indonesia, menurut Bhima, akan semakin membesar. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi nasional mengalami penurunan hingga menyentuh level minus 5,32 persen di kuartal II/2020 akibat terlambatnya penanganan Covid-19 yang dilakukan.

Di sisi lain, tambah Bhima, kesiapan pemerintaham Jokowi dalam hal stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menghadapi resesi ekonomi relatif kecil, hanya 4,2 persen dari PDB dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang 20,8 persen dan Singapura 13 persen.

“Stimulus kesehatan dalam PEN hanya dialokasikan 12 persen, sementara korporasi mendapatkan 24 persen stimulus. Ada ketimpangan yang nyata antara penyelamatan kesehatan dibandingkan ekonom,” tukasnya. (mh)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *